Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Feminisme: Peran Vital Perempuan dalam Membangun Peradaban Bangsa Indonesia

21 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 21 Juli 2022   06:25 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://magdalene.co/story/bagaimana-feminisme-diterapkan-di-negara-negara-asia)

Sejak  masa memperjuangan kemerdekaan Indonesia atau tepatnya pada era kolonialisme bangsa Barat di Indonesia tentu kita kerap membaca dan menemukan berbagai permasalahan pelik dan rumit yang dialami masyarakat Indonesia yang hidup di zaman itu. Mulai dari perbudakan, diskriminasi sosial, agresi senjata, sengketa wilayah yang berujung pada peperangan dan pembantaian warga masyarakat lokal, permasalahan ekonomi, disintegrasi suatu wilayah, hingga pada isu penindasan terhadap kaum perempuan telah menjadi sebuah catatan kelam dari perjalanan panjang negara Indonesia dalam cita-cita menjadi bangsa yang merdeka. 

Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, telah lahir para tokoh perempuan yang rela berjuang selama masa hidupnya demi kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus berjuang untuk melindungi dan menjaga hak-hak hidup perempuan sebagai bagian penting dari masyarakat Indonesia. 

Nama-nama seperti Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara pada 21 April 1879 adalah salah satu bukti bahwa Indonesia pernah memiliki seorang pionir, pejuang, serta pahlawan perempuan yang rela mempertaruhkan hidupnya untuk memperjuangkan kesetaraan hak antara perempuan dengan laki-laki khususnya di era pemerintahan kolonial. Selain itu, jangan lupakan sosok para tokoh perempuan tangguh lainnya  sekaligus pahlawan bangsa dan negara macam Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Dewi Sartika, Fatmawati, Ruhana Kuddus, RA Kardinah, Rukmini, dan masih banyak lagi. 

Mereka adalah wujud dari perjuangan para kaum perempuan dalam mewujudkan misi Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Baik merdeka dari jajahan bangsa Barat, serta merdeka dalam hal kehidupan sosial, ekonomi, akses pendidikan layak, kesetaraan gender, hingga merdeka dalam hal berperan membangun jalannya sistem pemerintahan di Indonesia. 

Sejarawan Reggie Baay (2010) dalam buku berbahasa Indonesia dengan judul Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, mengungkapkan secara detail tentang sejarah pergundikan yang berlangsung hampir sepanjang masa pendudukan Belanda di Indonesia. Dalam buku tersebut, Baay menuliskan bahwasannya pergundikan berawal pada saat dimulainya kolonisme itu sendiri yaitu pada abad ke-16/awal  hingga abad ke-17 saat negara-negara di Asia salah satunya Indonesia kedatangan rombongan dagang Eropa, termasuk di dalamnya rombongan dagang Belanda yang datang dengan nama Koloni Nederlands-Indie (Hindia Belanda). Rombongan yang datang pada saat itu, didominasi oleh para laki-laki dan hanya sedikit perempuan yang ikut pada saat itu.

Jadi jika kita mencoba memahami tentang proses awal datangnya bangsa Eropa ke Indonesia serta mencoba mempelajari dan mengkaji tentang tujuan Bangsa Eropa datang ke Indonesia tentu tak hanya sekedar berdagang dan mencoba menguras habis kekayaan alam negara Indonesia, namun mereka juga menjalankan berbagai  misi termasuk keinginan untuk menguasai Indonesia secara menyeluruh, menanamkan ideologi barat di Indonesia, mengatur jalannya kehidupan masyarakat, hingga sampai pada perbuatan yang tidak manusiawi seperti melakukan perbudakan dan menerapkan sistem kerja paksa bagi para masyarakat lokal.

Selain itu, para perempuan yang hidup pada saat itu dengan sebutan perempuan gundik atau disebut juga nyai memasuki dunia pergundikan melalui banyak cara, di antaranya ada yang melalui paksaan, bahkan sengaja  dijual oleh orang tuanya sendiri demi sejumlah uang. Tokoh Sanikem atau Nyai Ontosoroh yang secara tersurat dituliskan dalam sajian novel Pramoedya Ananta Toer berjudul Bumi Manusia adalah salah satunya. Bahkan sebutan gundik telah dijadikan sebagai stigma yang mengacu pada terminologi "gundik" dengan konotasi yang cenderung negatif. Permasalahan tentang isu rasialisme, penindasan gender, perampasan hak hidup, penindasan kelas hidup, dan permasalahan lainnya muncul karena pada saat itu sistem patriarki atau kuasa dipegang sepenuhnya oleh para laki-laki.

Lalu setelah 76 tahun usia negara Indonesia dalam proses menuju bangsa yang lebih merdeka dalam berbagai aspek baik ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Sampai sejauh mana peran perempuan dalam keikutsertaannya membangun bangsa dan negara menjadi bangsa Indonesia seperti yang kita lihat saat ini?

Bidang Ekonomi

Berdasarkan rilis data  dari Kemenkeu pda tahun 2021, peranan perempuan dalam sektor perekonomian semakin signifikan. Pada sektor UMKM, 53,76%-nya dimiliki oleh perempuan, dengan 97% karyawannya didominasi oleh perempuan, dan kontribusi dalam perekonomian sebesar 61%. Di bidang investasi, kontribusi perempuan mencapai 60%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun