Polemik SDM dan IKM
Oleh: Al Junairi.Farid
  Perdebatan tentang Implementasi Kurikulum Merdeka terus menjadi sorotan dari berbagai kalangan. Kurikulum yang disepakati sebagai kurikulum prototipe yang awalnya hanya diberlakukan di sekolah penggerak kini menjadi nasional untuk diberlakukan semua sekolah.
  Ada beberapa sekolah yang mengumumkan dengan bangga bahwa telah mengimplementasikan kurikulum prototipe ini di sekolahnya. Hal ini tidak lain agar sekolah tersebut terlihat mengikuti perkembangan dan menjadi "keren" di mata masyarakat tanpa memahami lebih lanjut kesesuaian kurikulum tersebut untuk dijadikan KOSP pada sekolahnya.Â
  Implementasi Kurikulum ini mengalami beberapa polemik dalam penerapannya. Tidak semua sekolah dapat berjalan mulus, ada beberapa sekolah yang terkesan ngos-ngosan untuk memenuhi karakteristik dari kurikulum ini.
  Pemenuhan projek menjadi salah satu tolak ukurnya. Bagaimana sekolah kebingungan dengan pemilihan tema yang sesuai dengan lingkungan serta mampu dipahami dan dilaksanakan oleh peserta didik.
  Karakteristik peserta didik menjadi modal utama dalam pelaksanaannya. Sekalipun bentuknya bebas memilih tema namun belum tentu SDM di tiap daerah mampu melaksanakannya. Memang kita akui terobosan projek P5 ini merupakan langkah nyata membentuk soft skill siswa serta membentuk garis koordinasi satuan pendidikan dengan masyarakat dan lingkungan sehingga kesadaran akan budaya semakin meningkat serta solidaritas dapat terbangun ditengah keberagaman.
  Lebih kompleks dari persolan budaya. Persoalan kultural, etnik serta status sosial beragam yang menjadi perbedaan background peserta didik untuk dijadikan panduan tepat dalam pemilihan projeknya. Lalu bagaimana dengan alur tujuan pembelajaran yang secara singkat langsung berubah dari pembelajaran tematik menjadi proyek yang berbasis softskill?
   Apakah penerapannya dapat diterima dengan baik di wilayah pedalaman Indonesia? Apa kita yakin tidak akan terjadi learning loss jika penerapan yang dilaksanakan di beberapa distric jauh berbeda dengan karakteristik kurikulum yang dimaksud.Â
   Jika kita menganalogikan sebuah resep yang sama tapi cara membuatnya berbeda dengan menggunakan cara masing-masing apakah hasilnya akan sama?Â
   Potret inilah yang menjadi wajah dunia pendidikan kita, maka janganlah terburu-buru menulis resep dengan mengatakan obat mujarab tetapi tidak dapat menyembuhkan penyakitnya. Para pemangku kebijakan silahkan berdiskusi tentang apa yang akan kita obati dengan sakitnya dunia pendidikan saat ini dengan terlebih dahulu mendiagnosa penyakitnya, SDM yang perlu diperbaiki atau kurikulum perlu kita ganti. Agar tidak ada lagi waktu untuk mencoba-coba dengan banyak korban generasi dan kita kehilangan waktu untuk memperbaiki.Â