Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengapa Menteri BUMN, Mengapa Bukan Menpora?

22 Januari 2023   09:45 Diperbarui: 22 Januari 2023   09:59 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erick Tohir mendaftar calon Ketua Umum PSSI. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) Sumber: cnnindonesia.com

Mentri BUMN adalah mentri yang memiliki pekerjaan dengan kompleksitas yang tinggi terhadap menajemen perusahaan plat merah yang merupakan sumber penghasilan negara terbesar,  seorang mentri BUMN yang  merangkap kerja menjadi ketua PSSI kelak konsentrasinya  akan terbelah karena ini merupakan dua lapangan yang berbeda disamping kedua core ini memiliki sensitifitas yang tinggi BUMN versus PSSI. 

Siapapun orangnya, bahkan seberapapun berpengalaman, BUMN dan PSSI itu sepeti bumi dan langit. BUMN memiliki satu pintu yang lebih tertutup rapat sementara PSSI begitu banyak pintunya yang terbuka lebar. 

Mengurus PSSI yang kerap mengharu biru tidak bisa memasukkannya ke dalam saku negara layaknya mengurus BUMN, dampak persoalan yang timbul di sepakbola akan langsung cair melimpah ruah keluar kemana-mana yang bisa mempengaruhi urusan BMUN yang mungkin tidak terkorelasi. Sangat berbeda, PSSI itu sepakbola punya rakyat langsung sedang BUMN itu punya negara, tidak pernah ada rasa bahwa BUMN itu punya rakyat lebih dari bola.

Jadi mentri Erick Tohir seharusnya berpikir dua atau tiga kali sebelum terjun mencalonkan diri menjadi calon ketua umum PSSI, kecuali beliau melepaskan jabatannya sebagai mentri BUMN untuk seribu persen mencurahkan segala daya dan pikirannya untuk sepakbola Indonesia.

Presiden Pak Joko Widodo seharusnya pula lebih  bijak memikirkan hal ini lebih panjang dan ojo kesusu, jangan karena tersinyalir adanya karut marut PSSI yang merupa dengan sebutan mafia, tangan-tangan kotor, conflict of interest, perbedaan persepsi PSSI kontra pemerintah, jual beli klub dan lain lain sebutannya, lalu muncul seorang  mentri membawa nyali untuk membongkar PSSI.

Apalagi kesan itu terasakan begitu medsos ketika pak Erick diiringi oleh the rising young stars yang mulai menggeluti bisnis sepak bola, pula seperti Rafi Ahmad, Ata Halilintar, Kaesang Pangarep dan juga ada Baim Wong(?) disertai pula narasi yang ada bergaya seperti master of ceremony.

Mestinya kita berhenti di sini, ketika untuk perubahan PSSI menjadi semacam politikal,  dimana sebelumnya memang tidak pernah ada kajian soal hubungan pemerintah dengan PSSI selain persepsi yang terus berbeda sehingga menghasilkan kontra produktif.

 Idealnya memang pemilihan ketua PSSI ini berada saat fase hubungan pemerintah-PSSI dalam keadaan baik-baik saja, tidak seperti terlihat seakan ada dua kutub yang berbeda saat pak mentri Erick mengemukakan alasan niatnya untuk menjadi calon ketua umum PSSI sementara PSSI begitu diam tanpa suara selain Pak Iriawan hanya berkata tidak akan menyalonkan lagi dan akan mengakhiri kepengurusan dengan mengurus kongres biasa dan luar biasa.

Sekali lagi menandai, mengapa bukan pak mentri pemuda dan olah raga saja yang merangkap menjadi ketua PSSI, mengingat gerbongnya sudah dimiliki kemenpora, sementara jika mentri BUMN sangat dibutuhkan untuk lebih membenahi usaha negara secara kontinyu dan prudent.

Memang ada beberapa kredit yang mengagumkan akan peran  dari seorang Erick Tohir di bidang olah raga seperti sukse asian games lalu, bahkan pernah menjabat CEO Intermilan yang banyak menjadi perhatian khalayak.

Namun Football Club dengan kasta internasional seperti Intermilan corenya adalah bisnis karena belanja, prestasi, merchandise, sponsor, itu  satu dunia kecilnya yang berputar, tidak seperti PSSI yang gede banget seperti memutar miniatur nusantara, jadi beda banget. Lalu apakah dengan seorang Erick Tohir akan terjalin hubungan mesra pemerintah-PSSI? Tentu saja, namun untuk selanjutnya pasca Erick Tohir belumlah tentu.

Jadi yang penting ya inilah, pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih sabar dan PSSI harus merendahkan statuta bawaannya, mungkin diperlukan pelobi-pelobi yang mengerti bola dan diterima kedua belah pihak sehingga hubungan yang lebih mesra akan menghasilkan prestasi yang bagus. 

Saya percaya bahwa hubungan selama ini antara negara dan PSSI banyak slag, dan ini yang paling berpengaruh kepada prestasi Timnas yang hampa dan sering kumat, menjadikannya sebuah timnas yang rumit apalagi dengan pelatih yang tersandera  persoalan rumit PSSI, sehingga kurang bisa konsentrasi penuh untuk timnas. 

Janganlah calon pemegang ketua PSSI ini maju seperti mau perang, tegas perlu tapi pendekatan juga lebih baik disamping pembersihan dalam diam.

Harapan yang lebih baik adalah kelak bukan lagi soal ketuanya, tetapi PSSI bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik,  bos-bos liga akan mengurus pasukannya dengan baik, exco duduk manis tanpa overlap liga, timnas seratus persen tanggung jawab penuh pelatih, anak-anak bibit tanggung jawab pemerintah, kompetisi berjalan sesuai kalender dan aturan.

Iklim ini yang lebih perlu diciptakan pemerintah ketimbang hingar bingar pemilihan ketum seperti pilkada.  Lepas dari sisi nonteknis, keberhasilan atau kegagalan Timnas adalah harus murni tanggung jawab pelatih, enggak ada faktor lain buat pelatih ngeles dari tanggung jawabnya dan enggak boleh ngambil pekerjaan sampingan lain selain melatih.

Dan lalu semua akan baik-baik saja. Hanya saya yang masuk sebagai bagian besar silent fans Timnas tinggal duduk ayem di depan tv menanti saja kapan sih timnas juara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun