Jarum jam menunjuk delapan dan kereta berhenti pada rel terakhir stasiun tugu, saya beranjak keluar mengikuti aliran orang di pintu lalu melangkah melepaskan kontener besi itu.Â
Udara kota Jogja menghembuskan aroma malamnya, saya pun mengambil arus berjejer di gang mesin tap, mengerjakan apa yang diperbuat semua orang, lalu lepas menuju lobi.Â
Tapi saya tidak terburu kerna malam masih hijau, saya memasuki  satu kafe yang menghamburkan wangi kapucino lalu mengambil kursi dan memesan latte. Banyak orang di kafe untuk mereguk penghilang jemu, saya memandang sekitar orang-orang yang berbaju bepergian.
Kopi anda!
Seorang pramukafe menurunkan satu gelas latte, perempuan itu membungkukkan bahunya yang ramping, parasnya berpendar, bibirnya merekah dan saya memperhatikan dan tampaknya dia jengah.
Ada pesanan lain? Katanya memecah.
Tidak, trima kasih! Jawab saya.
Lalu dia berputar  membelakangi dan menjauh. Saya mereguk wedang kental itu,  sangat perlahan menciumi aroma di atasnya yang berasap putih, seterusnya saya hanya memandang meja orang-orang lain, sesekali membuang mata keluar mencoba menepis malam koata Jogja.
Anda baru di sini?
Seorang gadis tiba-tiba berdiri di sisi saya tanpa saya tahu, dia beraroma fragrance tipis menyegarkan, wajahnya terlihat putih rambutnya terurai jatuh, tubuhnya ramping.
Ah, tidak! Saya melakukan perjalanan setiap hari. Anda?