Apakah pertandingan, terutama final UEFA Champion League, menjadi pertandingan filosofis melawan pragmatis, tentu akan terlihat nanti. Tergantung situasi pertandingan, yang jelas perubahan taktik kedua pelatih ini akan menarik disaksikan. Pep sang 'overthinking' sudah belajar banyak dari sang mentor, Juanma Lillo, yang juga menjabat asisten pelatih untuk menenangkan lini tengahnya lebih tepat sasaran.
Mungkin di UCL Pep akan bermain ortodoks menghadapi naluri-naluri muda Chelsea, Mount-Havertz-Werner, tapi sekali lagi tergantung rumput hijau lapangan. Mungkin saja akan terjadi tipuan berbalas tipuan yang lebih detil, karena keduanya memiliki barisan yang hampir sama yaitu pertahanan yang dalam dan tangguh dan pola serangan mereka akan menjadi transisi rumit dan teknis kontra kecepatan tinggi.
Kedua manajer yang sama tak berkehendak memiliki 'center-forward' murni, bermain dengan cara membagi rata kerja penyerang. Namun meski tanpa penyerang ortodoks, City adalah pencetak gol terbanyak di Liga Primer, sementara Chelsea memiliki 14 poin dari enam pertandingan tandang Liga Champions.Â
Mereka sama pula memainkan sayap meski Guardiola lebih progresif dengan dua 'wing-back' terbalik, sementara Tuchel ngotot dengan dua sayap tengah. Mungkin ada keuntungan celah yang dilihat Pep dengan situasi overload Chelsea di depan, sehingga de Bruyne (gelandang) dan Concello (LFB, Left Full-Back) akan lebih lugas di kapasitas lebihnya untuk tidak hanya di 'flank' melainkan bisa mengecoh untuk beroperasi di tengah.Â
Tetapi pasti Tuchel tidak akan tinggal diam, mungkin dia sudah memikirkan keuntungan yang bisa dimanfaatkan terhadap Joao Concello yang memang senang berkeliaran ini, seperti di liga kemarin. Jadi silakan saksikan kalo nggak terganjal ngantuk karena ini menarik, kedua manajer adalah intervensionis dan pedagang detil, penuh berbalas tipu daya.
Kesimpulan akhir akan dapat diketahui jika pertandingan final nanti berakhir. Perbedaan yang semula rata-rata akan menegaskan ketajamannya. Bahwa kepantasan Manchester City sebagai juara adalah mereka memang suatu klub super yang menguasai cara menggabungkan permainan menekan modern dengan pertahanan yang layak, telah teruji secara teratur dalam liga primer.Â
Kemenangan Chelsea, seandainya pun terjadi, semoga bukan sebuah kemenangan aneh di kancah Eropa  yang tiba-tiba, seperti terjadi pada beberapa klub dari liga Prancis, Spanyol ataupun Italia.
Hal lain yang mungkin menarik adalah pertarungan kedewasaan dan kelihaian pelanggaran taktis yang mungkin minim dimiliki pelakon skuad Chelsea.Â
Kedewasaan Ruben Diaz di belakang City adalah keniscayaan sebagai penanda yang baik, dengan kekuatan di udara, bola di kaki, cepat dan sense posisi yang luar biasa dan terutama kuat di kepemipinannya. Bahkan dipercaya sama transformatifnya dengan Virgil van Dijk bek pusat Liverpool.
De Bruyne yang dingin dan inosens meremehkan, adalah tekanan atmosfer planet lain yang bisa di rasakan lawan. Fernandinho sebagai supersub gelandang elegan Rodri, adalah sosok berwibawa di lini tengah, yang akan segera bereaksi terhadap setiap pelanggaran lawan yang mencoba menginfeksi timnya.
Penyerang kurus Riyad Mahrez yang secara ajaib membawa Leicester City kampiun Liga Primer 2015/2016 juga akan memberi tekanan lebih terhadap penjelajah N'Golo Kante sebagai sesama alumni The Foxes ini.