Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung-Burung di Jalan

1 Mei 2021   09:08 Diperbarui: 1 Mei 2021   09:09 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

"Terima kasih, Roma"

"Segeralah pulih, memendamkan luka" kataku mencoba menghibur hati. Dia mengangguk menggerakkan rambut lurus indahnya.

Siang yang terik itu menjadi surut seakan sungkan melihatku, saat ku meninggalkan ruang Rita. Meski kembali melewati gerombolan manuk dara yang selalu membikinku ogah di bawahnya. Dan aku semakin menyesakkan wasangka kepada kumpulan unggas dara itu.

Demikian, beberapa kali kami bertemu untuk kemudian agar dia bisa mengembalikan rasa meski tak sempurna. Aku mulai mencintainya. Ku sendiri tak mengetahui datangnya berupa apa dan seperti apa, tiba-tiba seperti mentari yang tanpa terasa batasnya saat mengguyur pagi. Mungkin semenjak wajahnya membayang di saban malam lelapku tanpa teralihkan. Rita yang sendu tetaplah perempuan kehilangan yang hanya satu mengisi hati. "Kamu baik" katanya. Dan aku melihat cintaku meski tak sepenuh membasuh luka. Rita mengisi ruang waktu ku yang lama panjang tersendiri.

***

"Aku pusing. Maukah kau membelikan obat?" aku membaca WA Rita di sela mengajar. Entahlah ini kali ketiga Rita meminta sama. Aku merasakan desir yang menyengat. Seperti 'dejavu' yang ku pernah melewatinya pada bayangan maya. Dan aku kembali lagi melalui gugusan burung merpati di gang rumah Rita. Aku tau aku bertambah rasa takut dan berupaya mengingkarinya. Mereka tetap saja terbang dan menderu-derukan leher sembari mematuk-matuk. Ah!

Di kala itu ku ingat separuh tahun setelah kepergian Hani, hatiku berdegup kencang ketika mendapati Rita terbentang di ranjangnya. Wajah mempesonanya terlihat pucat, sementara mata indahnya terpejam lama. Aku meraba keningnya hangat. Rita meraih lenganku katanya mau memuntahkan rasa mualnya. "Rita.."

"Rasa berputar, kepalaku Roma.. "dia kembali berbaring meram.

"Aku antar kau ke dokter Rita"

Dia hanya terdiam di dalam laju mobil. Inilah diam terpanjang kupikir. Seperti kisah kedua yang kembali menyergap ku. Sedikit bergetar ku dorong brankar setelah merapat  hospital.

Aku membelainya ketika tubuh Rita bernafas pelan dan sedikit reaksi untuk melaju ke IGD. Dokter menjelaskan perihal observasi serius sembari memberi ruang untuk perawatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun