Lalu pembicaraan kami terputus, karena saya harus turun di setasiun tujuan saya.
"Sampai jumpa sore nanti, di kereta dan jam yang sama" saya bersalam dengan permohonan yang terselubung.
Orang itu tidak menjawab, dia menatap ke depan seperti menyongsong tujuan kereta di setasiun-setasiun selanjutnya. Saya kerling wajahnya namun berkabut. Mungkin akibat awan yang terlihat mendung di sekitar pintu dan bubungan kereta komuter. Lalu saya bergegas menuju kantor dengan hati masygul. Apakah saya sudah sanggup menjadi kandidat? Kalbu saya mencoba bertanya dan meyakinkan diri.
Sore telah turun. Jam kantor pun usai. Saya menysuri lorong setasiun kereta komuter yang cukup ramai oleh penumpang rokers. Beberapa saat kemudian kereta tujuan pulang mulai merapat dan saya melompat naik saat pintu otomatis ternganga. Â Kepala saya celingukan mencari sahabat kereta saya namun tak terlihat. Sayapun bergeser dengan susah payah mencarinya di gerbong lain juga nihil. Dari selalu bersebelahan sekarang dia tiba-tiba musnah.
Ketika saya merasa kehilangan, seorang penumpang menyenggol bahu saya.
"Maaf, bolehkah saya bicara?"katanya dengan paras memelas. Saya menolehnya.
"Silakan" balas saya.
"Saya selalu kuatir mendapatkan kesempatan menjalani pagi..Tapi apakah anda sudah terpilih menjadi kandidat ?" orang itu tampak ragu.
Membuat saya percaya diri sambil tersenyum melontarkan pertanyaan awal.
"Bagaimana kau lewati malam ini?"
Lalu selanjutnya, kami terlibat dalam pembicaraan panjang seperti panjangnya malam yang berulang-ulang.
Sementara kereta komuter berjalan lurus hingga ketika mencapai setasiun tujuan pulang saya, dimana saya jadi tak berhasrat untuk turun, karena saya harus melayani seorang kandidat baru.