Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Simulasi Napas

7 April 2020   21:22 Diperbarui: 7 April 2020   21:37 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali tertidur di bale bale hospital di saat saat wabah menerjang, adalah kemungkinan kritis buat lansia seperti saya ini. Memang setelah satu minggu ini saya mulai merasakan gejala yang kemudian setelah dilakukan tes suap , saya pun tak bisa mungkir lagi alias positif terinfeksi virus global ini. Manusia tua seperti saya sudah masuk kamus 'handicap' begitu rentan kerna mungkin sudah dikalsifikasi manusia usang. 

Faktor setres yang katanya ikut 'ngedrop' kan imunitas, menjadi hal krusial, apalagi memang imunitas manula ini levelnya sebanding dengan metabolisme yang lelet dan onderdil lain yang sudah banyak aus atau 'weared'. 

Jadi diranjang, saya hanya merem melek saja menatap langit langit kamar isolasi, menunggu waktu yang berdetak berhitung tentang harapan dan kenyataan.  Kerna data dan ilmu statistik sudah ikut ikutan men 'judge' bahwa simpton ini menyeruak parah di umuran enam puluh keatas. Enggak tau pastinya kenapa virus ini begitu doyan sama orang sepuh?

Fakta atau mitos? Fakta, bahwa saya  mulai merasakan menggigil dan batuk di awal minggu kedua. Kemudian setelahnya datang sedikit sesak napas yang pergi pulang, yang membuat pikiran saya cemas. Bayangan akan virus yang merayap dan menggerogoti paru paru saya kadang mengganggu akal sehat saya. Namun meski kadang dokter ataupun perawat memompa semangat saya, 'ayo kamu bisa', tetap saja mental saya naik turun, atau kenceng kendor.  

Sehingga saya akhirnya mencoba berpikir keras guna menghindari cobaan maut ini. Dengan memotivasi diri bahwa kalo milenial bisa kenapa kolonial tidak bisa? Dan pada akhirnya sebelum paru paru saya terendam, saya mesti mencari satu cara untuk mengingkari kejadian buruk atau 'jeopardize'. Menimbang banyaknya keunggulan kaum muda terhadap kaum usur, membuat saya berpikir keras untuk lebih jernih melihat mestinya ada sedikit keunggulan dari kaum tua versus kaum muda. 

Hingga ketika malam menjelang saya mulai mendapat titik terang bahwa menang pengalaman hidup adalah milik para tua. Tapi pengalaman apa, yo? Sehabis merenung lama sampe keringetan, aku mendapat seberkas sinar, bahwa para usur lebih berpengalaman dalam hal bernapas. Lebih tua akan lebih lama pengalamannya bernapas. Ya, tentu saja! Saya tersenyum sendiri, akan rencana saya malam ini.

###

Perawat itu datang terakhir memeriksa suhu tubuh saya yang masih nanar, dan dia memerintahkan saya untuk tidur sambil memadamkan lampu ruang isolasi. Saya sendiri pura pura langsung lelap sekaligus untuk mematangkan siasat. Hingga tengah malam tiba ketika suasana tenang sempurna aku melakukan uji coba trik supaya manstaf.  Ini memang sedikit berbahaya buat kaum muda yang kurang usia kerna kurang lama akan pengalaman bernapasnya, dibanding kakek kakek yang telah melewati waktu napas yang panjang. 

So, saya memulai dengan mengenyahkan udara dangan cara menahan napas. Langkah kedua, saya melakukan simulasi seakan akan saya bernapas, harus demikian sempurna untuk gesture dada turun naik lembut. Dimana bagi manusia yang kurang umur tentu saja 'impossible' untuk melakukan trik ini. Memang semula sedikit kaku, tetapi setelah saya coba berulang ulang, saya 'feeling', ini sudah berlangsung  perfek. Setelah itu saya hanya menunggu, hingga tepat waktunya yang 'afdol'.

Dan, pas pukul dua belas tengah malam, saya memulai misi saya. Dengan posisi tidur membujur sempurna, saya mulai menarik nafas berulang seakan ingin mengecas paru paru saya. Selesai, saya mulai masuk kedalam tahap esensial, yaitu mengenyahkan suplai udara kedalam tubuh dengan cara menahan nafas. Kemudian saya melakukan trik kepada tubuh saya seakan normal bernafas dengan gerak pantomim yang sangat mirip dengan aktual. 

Beberapa saat  saya nanti dan benar saja. Dan benar saja, saya mulai merasakan dia yang begitu yakin dengan gerak napas artifisial seperti telah dilakukan ekspert. Lalu dia mulai memeriksa, masuk kedalam paru paru saya yang terlihat diam, dalam posisi merendah dia menyentuh diantara sel sel seluler paru dan menyentuh, mencoba membayangkan gerak pantomimnya, yang saya simulasikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun