Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mulan

27 Oktober 2017   19:17 Diperbarui: 27 Oktober 2017   19:23 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrated dynamic lines of beautiful map vector 161662

Cahaya Mulan adalah kirana glamour sang ratu, garis tirus pesona paras, semua elok terlena disana. Tataplah Mulan bernyanyi dengan tanpa prasangka dan hati nol, kamu akan menemukan melodi yang asing namun menyapakan kalbu dialam mahluk Tuhan yang  paling sexy.

Disebaliknya  keseharian kesederhanaan itu, adalah wajah perempuan hasil tempaan perjalanan bulan, bintang dan mentari yang panjang dibelakang hingga kepasrahan stempel akronim pelakor.

Tersebut, bersebaliklah panggung asap gemerlap dengan asap dapur, menyatakan bahwa inilah bukan panggung sandiwara. Inilah kehidupan berkesenian, yang kerap berujung ekstrim di tangan kuasa lover hater. Ketika kekonyolan infotainment selebrities menjadi sebuah pijakan modern, maka pudarlah angka angka artistik dan pelajaran menyanyi sekolah. Kamu tidak bisa lagi menikmati keindahan ini di keumuran atau kamu mesti menanti panjang dikeumuran kemudian, bahwa senandung Mulan itulah pada ujungnya adalah juga keindahan dunia dan keindahan hati.

Saat ku menekuni berulang dengan siloute kemilau Mulan, ada rasa yang tak bosan di antara kebosanan lama ataupun kehadiran baru lain, yang pernah ada. Pilihan hadirnya ratu dikala lalu  memang berpendar lah sesuatu yang alien, yang merindukan, hingga diakhirnya memisah bersama prahara, dimana kehadiran revisi ratu sudah tidak pernah sesama dulu lagi. Mulan pun berjalan, melakukan perjalanan bakat dan kesenian ditengah rantai terikat dan keteguhan diri yang mesti ditengoknya berkali kali. Namun satu hal, dia menyadari bahwa dia memang tak tergantikan, meski jalanpun gelap dan menyempit, dia tak pernah merangkak lagi. Mulan dan panggung tetap saja pada pesonanya, meminggirkan pembawa dan pemikirnya menjadi pigura, sementara dialah pivot lukisan. Dimanapun platform dia bernyanyi, dia memang ratu bersuara dewi dengan kisah cinta mati, meski di sudut cafe, meski dipematang jalan atau sesekali di tribune megah, dia melagukannya indah menggugah hati, bukan sekedar mode, tetapi itulah rasa, feeling withdrawal untuk suatu mood imperatif.

Kesalahan, memang lahir karena kesalahan yang sudah ada, disadari ataupun tidak, cuma kejujuran yang setara bisa melihatnya jernih. Mulan kadang mencobanya, namun selalu gamang. Barangkali belum waktunya atau bahkan tak pernah lagi.

Namun yang pasti,

The show must go on as the life must go on.

Luwuk20170823

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun