Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Buli Buli

18 Juli 2017   22:01 Diperbarui: 18 Juli 2017   22:19 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Buli buli ramai lagi, ini bukan buli buli air panas untuk perut kembung atau lagu tahun enam puluhan, melainkan  viralnya seorang  mahasiswa difabel gunadrama  yang dicengkeram  tas dipunggungnya oleh seorang temannya, sehingga gerakan langkah majunya terhenti dan berubah menjadi langkah ditempat. 

Teman teman yang ada disekitarnya terlihat  tertawa ada yang terbahak ada yang tertawa geli. Sepintas aku teringat akan adegan gag atau jahil yang dulu kerap  tayang di televisi swasta, senang dengan unpredict result yang menggelikan. Tapi apakah viral ini gag? Tentu bukan,  ini buli, difabel lagi, lalu ramelah medsos, dikbud, psikolog dan tak ketinggalan infotaimnet , kemudian fasepun bergerak kompak meremind ke histori buli yang pernah  ada di republik ini. Terus melebar sampai ke kebijakan kebijakan pemerintah, institusi bahkan sampai ke fasilitas toilet penyandang difabel. Terus menggelinding bak studi banding dengan negara negara maju yang ramah difabel dimana kita merefer dengan gampangnya.

Tapi omong omong apakah mahasiswa diviral tersebut, yang distate penyandang kebutuhan khusus itu, apakah juga merasa, wah gue di buli eloh (temannya)nih? Aku enggak tau,  yang terlihat, dia memberikan reaksi perlawanan dengan mengibaskan kedua pasang tangannya kebelakang sehingga si bulier melepaskan cengekramannya. Itu paling enggak adalah suatu reaksi dari kesadaran atau keberadaan self defence yang dilakukan seseorang tidak pandang difabel atau bukan, itu universal, yang artinya ada suatu level pemahaman penyandang difabel adalah gak beda beda amat sama kita kita. Apa memang kita yang over mercy, sehingga terkadang salah alamat atau kecele sehingga baper memandang person yang terbuli seperti di viral itu. Padahal barangkali si "victim", berpikir sebaliknya, biasa biasa aja tuh gue.

Nah, belum lagi teori teori psikologi (barat?) yang  serem yang menjelaskan dampak akibat akibat buli. Baik buli yang permanen atau kontinyu ataupun buli yang temporer atau sporadis, baik buli perorangan atau grup, atau buli institusi atau bahkan buli oleh pemerintah, bahkan buli antar propinsi (nasional) atau antar negara (internasional). Mudah mudahan di republik ini enggak segitu gitu amat ya. Kerna kita kita yang normal aja udah cukup mati matian berjuang untuk bertahan hidup apalagi yang berkebutuhan khusus? Apakah begitu?

Aku pikir, mungkin penyandang disabilitas di republik ini akan lebih taft sesuai dengan habitat disini, mungkin cenderung lebih bisa  meng encourage diri daripada menunggu fasilitas ataupun belas kasihan (tanda kutip) atau pemihakan, like atau tanda jempol, yang berlebihan seperti hadir di medsos bertubi tubi. Malah bisa saja menjadi senjata makan tuan, kita jadi keturutan membuli pembuli.

Jadi gimana baiknya dong?  Mohon maaf aku tidak tahu sejujurnya mesti bagaimana. Barangkali setop viral buli saja dulu, biar tidak riuh rendah tidak karuan. Biar tim kecil, lokal dengan asist ahli yang bekerja. Repot kalo buli dibalas buli yang bisa menjadi yang bisa berujung di pengadilan atau bahkan mk atau mungkin sampai pansus.

setop viral buli !

serang18072017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun