Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Bedanya Pilkada dengan Pil KB

30 Maret 2016   14:55 Diperbarui: 30 Maret 2016   15:27 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi (foto: dok kompas.com)"][/caption]Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang merupakan pelampiasan “syahwat” untuk merebut kekuasaan, sebenarnya masih akan berlangsung tahun 2017 mendatang.Tetapi, beberapa daerah suhu politiknya sudah mulai memanas, khususnya di DKI Jakarta.

Ada beberapa persyaratan untuk maju sebagai kandidat Bupati, Walikota mau pun Gubernur. Sesuai Undang Undang  (UU)Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, jalur perseorangan harus mendapatkan dukungan sebanyak 6,5 hingga 10 persen dari total jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sedang bagi kader partai politik (Parpol) minimal didukung 20 persen suara di Legislatif.

Yang jadi masalah, suara 20 persen kursi DPRD itu tak mungkin diperoleh secara gratis. Kendati istilah mahar secara bersatu padu telah dibantah para ketua umum Parpol, namun, prakteknya tetap saja harus tersedia. Terkait hal tersebut, hanya calon- calon berduit saja yang mampu diusung Parpol (meski tidak semuanya). Sementara calon yang kantongnya cekak, biasanya lebih memilih jalur perseorangan meski peluang menang lebih sedikit.

Konsekuensi majunya orang berduit sebagai calon kepala daerah ini, ibarat membeli kucing dalam karung. Konstituen tak mengetahui rekam jejak sosok yang dipilihnya. Mereka baru tersadar telah bersatu padu untuk memilih calon yang keliru ketika kepala daerah yang dipilih kesandung kasus pidana. Khusus hal ini, ada ratusan kepala daerah sudah menyandang status sebagai tersangka berbagai perkara, mayoritas korupsi.

Bila Pilkada regulasinya mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, sebaliknya Pil KB diatur oleh UU Nomor 10  Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Ditambah beberapa peraturan pendukung lainnya, prinsipnya, pemerintah menginginkan populasi penduduk bisa ditekan. Pasangan suami istri (Pasutri) dihimbau agar hanya memiliki dua orang anak.

Persamaan dan Perbedaannya


Antara Pilkada dengan Pil KB, sebenarnya terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yang cukup signifikan. Bila dalam Pilkada sering ditemukan adanya perselingkuhan politik bertujuan agar calon bisa jadi. Sedangkan di Pil KB juga banyak sekali perselingkuhan yang didukung Pil KB, hanya tujuannya agar calon jabang bayi tidak jadi.

Di Pilkada, kandidat yang akan maju, biasanya royal mengobral janji. Giliran jadi, lupa semua janji- janjinya. Sedangkan Pil KB, sebaliknya, saat lupa minum pil, maka langsung jadi (anak). Bila di Pilkada calon keluar duit banyak belum tentu jadi, sementara Pil KB, keluar duit sedikit pasti tidak jadi. Soal setelah jadi lupa akan berbagai janjinya, sepertinya sudah teramat banyak. Salah satunya adalah Bupati  Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Nofiandi yang baru dua bulan dilantik. Selagi menikmati kekuasaannya, ia diringkus aparat gara- gara sabu.

Persamaan yang lain, Pilkada harus dilakukan oleh pasangan calon, demikian pula dengan Pil KB. Penggunaan alat kontrasepsi ini juga dilakukan saat pasangan berasyik masyuk. Baik Pilkada mau pun Pil KB adalah sarana melampiaskan “syahwat” pasangan. Sedang sisi perbedaan yang menyolok, pasangan calon di Pilkada ngotot supaya jadi, pasangan pengguna Pil KB ngotot agar tidak jadi. Sebab, kalau sampai jadi (anak), alamat kerepotan jangka panjang.

Perbedaan yang lainnya lagi, Pilkada harus dilaksanakan secara terang benderang yang dihadiri orang banyak, eksekusi Pil KB direalisasikan dengan diam- diam agar tidak diketahui orang. Sebab, kalau dilihat khalayak, alamat berabe. Sudut pandang kemiripannya, sama- sama saling kasak kusuk untuk mencapai tujuannya tanpa kendala yang berarti.

Itulah sedikit persamaan dan perbedaan antar Pilkada dengan Pil KB, sebenarnya masih banyak sisi kesamaan sekaligus yang membedakan. Namun, akan terlalu melelahkan bila dikupas di sini. Esensi yang ingin saya sampaikan, Pilkada setelah jadi langsung lupa janjinya, sedangkan Pil KB lupa maka alamat pasti jadi. Sementara begitu dulu, yang jelas dalam politik selalu ada balutan kosmetik. (*)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun