Senyum Baedhowi mengembang menerima donasi walker (Foto: dok pri)
Senyum Baedhowi mengembang menerima donasi walker (Foto: dok pri)
Padahal, selaku penyandang disabilitas dan ibunya yang merupakan lanjut usia, idealnya menerima masing- masing Rp 2.400.000 pertahun. Namun, faktanya mereka berdua tak pernah menerimanya. Entah apa penyebabnya serta kenapa tidak bisa masuk daftar penerima PKH, yang pasti Baedhowi malas memperbincangkannya.
Mendengar penjelasannya tersebut, secara spontan saya menawarkan bantuan kursi roda. Tetapi, jawaban Baedhowi sungguh mencengangkan. " Saya tidak atau belum butuh kursi roda. Karena selain kesannya saya sakit parah, juga saya optimis suatu saat akan sembuh," tuturnya seakan lupa bahwa kelumpuhan sudah menderanya selama 10 tahun.
Saya ajari cara menyetel walker, Baedhowi tertawa (Foto: dok pri)
Karena bantuan kursi roda ditolak, akhirnya saya menawarkan walker pengganti yang lebih ringan dibanding walker buatannya. Alhamdulillah, Baedhowi menerimanya dengan senang hati. Rupanya, lelaki tangguh itu merupakan prototype sosok yang tak mau memberatkan orang lain. Sehingga, ia memilih bantuan seringan mungkin.
Langsung dicoba di depan ibu kandungnya (Foto: dok pri)
Sehari kemudian, sesuai janji saya, maka walker dalam kondisi baru segera saya antarkan ke rumahnya. Reaksi Baedhowi  sungguh mengharukan, bola matanya berbinar dan bibirnya tersenyum lebar, seperti tidak percaya adanya walker untuk dirinya. Padahal, alat bantu berjalan itu, harganya hanya sekitar Rp 300 an ribu. Kendati begitu, faktanya tak terbeli.
Begitulah sedikit laporan mengenai lelaki tangguh yang sudah 10 tahun lumpuh, namun, tetap optimis bakal sembuh. Meski dirinya menolak mengurus PKH mau BPJS, sangat elok kiranya pihak- pihak terkait mau memperhatikannya. Ia telah lama menderita, jangan diabaikan dong. Bagaimana kalau yang menimpa Baedhowi terjadi pada keluarga kita ? (*)