Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Begini Kondisi Istri Mantan Pejuang Kemerdekaan

21 Agustus 2019   16:06 Diperbarui: 21 Agustus 2019   19:19 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asrofi anak satu- satunya mbah Tukinem (Foto: dok pri)

Kendati almarhum suaminya ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, namun, kondisi Tukinem (80) warga Dusun Rejosari RT 13 RW 3, Desa Medayu, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, sangat memperihatinkan. Hidup sendirian dan makan dari belas kasihan orang. Seperti apa kehidupannya ? Berikut penelusurannya untuk Indonesia.

Keberadaan Tukinem biasa disapa mbah Tukinem, saya ketahui sekitar dua bulan lalu.Di mana, ketika saya blusukan di pedesaan, mendapatkan informasi bahwa di Dusun Rejosari, terdapat seorang janda tua  yang menempati rumah mungil (bantuan bedah rumah RTLH), tanpa fasilitas apa pun (MCK mau pun lampu penerangan). Yang membuat saya makin tertarik, disebutkan bahwa almarhum suaminya merupakan mantan pejuang kemerdekaan.

Tanpa menunggu lebih lama, sembari menenteng paket sembako yang saya beli di toko terdekat, saya pun segera menelusurinya. Tak begitu sulit menemukan rumah mbah Tukinem, kendati berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Salatiga, namun, hanya butuh waktu 30 menit sudah berhasil menemukannya. Sayang, waktu itu tidak bertemu dengan sosok yang saya cari.

Rumah mbah Tukinem di pinggir lahan kosong (Foto: dok pri)
Rumah mbah Tukinem di pinggir lahan kosong (Foto: dok pri)
Kondisi rumah mbah Tukinem sebenarnya merupakan bangunan permanen dengan dinding batako, sayangnya, sarana MCK tidak berfungsi. Sedangkan lampu penerangan tak menyala, menurut tetangganya, nenek uzur itu memang menolak diberi lampu penerangan listrik. Ia merasa lebih nyaman berada di kegelapan malam. " Kalau dipasang lampu , selalu dipecahkan," kata sang tetangga.

Padahal, posisi rumah yang ditempati mbah Tukinem terletak agak jauh dari tetangga. Saat saya melongok ruangan dalam, duh...baunya langsung menyengat hidung. Tumpukan botol -- botol plastik bekas,bercampur makanan busuk membuat puluhan tikus merasa nyaman tinggal bersama nenek itu. Taka da perabot apa pun, satu- satunya yang layak disebut perabot, hanyalah kasur kumal yang warnanya telah pudar.

Beragam barang bekas yang menjadi sarang tikus (Foto: dok pri)
Beragam barang bekas yang menjadi sarang tikus (Foto: dok pri)
Berdasarkan keterangan warga, ternyata mbah Tukinem memiliki satu anak lelaki bernama Asrofi (50) yang tinggal di Dusun yang sama. Karena tidak ada kesepahaman dengan putranya, nenek tersebut memilih tinggal sendirian. Sedangkan Asrofi yang bekerja sebagai buruh serabutan, ekonominya juga kembang kempis sehingga tidak berani memaksakan diri untuk menampung ibu kandungnya.

Tak Tersentuh PKH

Masih menurut warga, dulu mbah Tukinem muda menikah dengan almarhum Slamet Marjuki (meninggal sekitar tahun1992 dalam usia 70 tahun). Siapa Slamet ? Beliau diusia mudanya adalah pejuang kemerdekaan yang kaki kanannya harus diamputasi akibat diterjang peluru tajam tentara Jepang di wilayah Sumatera. Sayang, kendati sudah mengorbankan organ tubuhnya, hingga dirinya meninggal tak pernah mendapatkan tunjangan veteran (Tuvet) seperti galibnya mantan pejuang lainnya.

Makin dibuat penasaran dengan keterangan itu, akhirnya saya memutuskan mencari Asrofi. Alhamdulillah, tanpa kesulitan yang berarti lelaki bersahaja tersebut bisa saya temui. " Memang benar, almarhum bapak dulu ikut berjuang di perang kemerdekaan. Tepatnya pas melawan militer Jepang," tutur Asrofi.

Asrofi anak satu- satunya mbah Tukinem (Foto: dok pri)
Asrofi anak satu- satunya mbah Tukinem (Foto: dok pri)
Begitu pun dengan Tuvet yang biasa didapat para mantan pejuang, Asrofi membenarkan bapaknya belum pernah mendapatkannya dan memang tidak mengerti jalur untuk mengurusnya. Sehingga, sampai akhir hayatnya, sang bapak hanya berkutat di sawah mau pun kebun. " Bedilnya diganti cangkul," ungkap Asrofi berseloroh.

Perihal ibu kandungnya sendiri, Asrofi mengakui dirinya ingin mengajaknya hidup satu rumah. Namun, karena mbah Tukinem sudah mendekati pikun, ia cenderung menolak dan lebih senang hidup sendirian. Saban hari, ibunya keluyuran mencari botol- botol plastik maupun barang rongsokan lainnya. Kalau dapat duit, biasanya dipakai jajan di warung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun