Hingga tanggal 15 Agustus tahun 2016, dengan bantuan bidan desa, Siti melahirkan Ayni. Bayi perempuan tersebut terlihat cantik, berkulit kuning dan beratnya normal. Tak pelak, pasangan Suryadi serta Siti menyambut gembira kehadiran anak ke duanya itu. " Ayni lahir pas kakak perempuannya kelas 6 SD, jadi jarak kelahirannya ideal," tutur Siti.
Sayang, diagnosa dokter umum kurang memuaskan sehingga Ayni dibawa ke RSUP Karyadi Kota Semarang atau berjarak sekitar 60 kilometer dari desa mereka.
Melalui berbagai pemeriksaan, Ayni dipastikan terserang virus rubella. Akibatnya fatal, dua matanya dipastikan mengalami katarak sehingga direkomendasikan untuk menggunakan kacamata plus 10 silinder.
Yang paling membuat Suryadi mau pun Siti terhenyak, vonis rubella juga menyebabkan bayi cantik itu tuli permanen dan terdapat kelainan pada pembuluh darah ke jantungnya.
"Untuk itu, Ayni harus menggunakan ABD seharga Rp 8.500.000. Uang tersebut kami dapatkan dengan cara menggadaikan SK pensiun almarhum bapak saya," ungkap Siti.
"Tapi, ternyata biayanya mencapai Rp 200 juta," jelas Siti.
Duit Rp 200.000.000 di mata Siti mau pun suaminya sangat jauh dari jangkauan, terkait hal itu, mereka lebih memilih wira wiri ke RSUP Karyadi saban bulan guna menjalani therapy. Padahal, untuk kebutuhan therapy sendiri, Siti juga harus mensiasati keuangan keluarga agar mampu ke Kota Semarang.
"Memang therapy mau pun pemeriksaan ditanggung BPJS, tapi transportasinya kan tak ditanggung BPJS," kata Siti sembari tersenyum.
Menjawab pertanyaan tentang perlunya vaksin MMR mau pun MR saat dirinya akan mengandung dan saat hamil, Siti menegaskan bahwa di akhir tahun 2015 serta tahun 2016, dirinya belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang bahaya rubella.