Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rumah Sederhana untuk Nenek Lumpuh

3 Oktober 2018   14:08 Diperbarui: 3 Oktober 2018   18:59 3464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan di depan rumah yang baru dibangun (foto: dok pri)

Selama tiga hari berturut -- turut, Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga bersama warga, bahu membahu mewujutkan rumah sederhana bagi Suyahmi (85) janda duafa yang tinggal di Dusun Getas RT 5 RW 2, Desa Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Seperti apa pembangunan rumah bagi nenek lumpuh tersebut, berikut catatannya.

Minggu (26/9) lalu, Bambang Setyawan selaku penanggungjawab Relintas sengaja blusukan ke wilayah Dusun Bantar, Desa Popongan, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang.

Oleh warga, diinformasikan keberadaan seorang nenek uzur yang tinggal sendirian di kawasan Dusun Getas RT 5 RW 2, Desa Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.

"Beliau sebenarnya merupakan warga Desa Popongan, tapi tinggal di Getas yang kebetulan hanya terpaut jalan kecil," kata salah satu warga.

Rumah mbah Yahmi sebelum dibedah (foto: dok pri)
Rumah mbah Yahmi sebelum dibedah (foto: dok pri)
Penasaran dengan keterangan yang didapat, Bambang Setyawan yang biasa disapa Bamset, segera mengunjungi Suyahmi. Secara kasat mata, rumah yang ditempati nenek tersebut terlihat tak layak huni. Di mana, selain seluruh material kayu sudah keropos dimakan rayap, kondisi rumah juga miring. Dihantam hujan sekali, alamat ambruk.

Seluruh pintu dalam posisi tertutup, hingga beberapa saat kemudian, Suyahmi (biasa disapa dengan panggilan mbah Yahmi) membukakan pintu. Di tangannya tergenggam sabit, sepertinya ia bersiaga menghadapi orang yang belum dikenalnya. " Ketika saya dipersilahkan memasuki kamarnya, hmmm baunya luar biasa," ungkap Bamset.

Di kamarnya yang sempit, terdapat kasur berwarna coklat (saking kotornya), di berbagai sudut teronggok beragam barang tak terpakai. Sedangkan di depan mbah Yahmi, terdapat nasi basi yang mongering, biasa disebut nasi aking.

Celakanya, komunikasi tidak berjalan mulus. Akibat telinga simbah yang tuli, praktis semua pertanyaan yang diajukan selalu melenceng jawabannya.

Usai diratakan, kembali didirikan (foto: dok pri)
Usai diratakan, kembali didirikan (foto: dok pri)
Satu- satunya keterangan yang agak nyambung sebatas ingatannya bahwa saat bulan puasa, mbah Yahmi pernah didatangi empat anak muda yang berjanji usai hari raya Idhul Fitri, akan memperbaiki rumahnya. " Sampai sekarang, saya tunggu- tunggi tak nampak batang hidungnya," jelasnya dalam bahasa Jawa.

Yang mengenaskan, selain tuli, mbah Yahmi ternyata juga mengalami kelumpuhan. Akibat pernah terjatuh dan tak mendapatkan pengobatan, diduga tulang paha kanannya patah. Untuk beraktifitas, ia ngesot di lantai tanah.

Hampir 15 menit berbincang, tetap saja tidak nyambung. Karena kesulitan "berdiskusi", akhirnya Bamset memutuskan menggali keterangan dari tetangga terdekat, yakni Giyarno (55).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun