“Apa pun agamanya, berobat di sini ya tetap dilayani. Soalnya waktu akan berobat dokter tidak pernah menanyakan agama pasiennya,” ujar Tukiman yang mengaku bekerja di PBPG sejak 10 tahun yang lalu.
Berdasarkan keterangan, PBPG dibangun tahun 1987 sebagai cabang dari Pertapaan Santa Maria Rawaseneng (PSMR) yang ada di Kabupaten Temanggung. Di mana, proses pembangunannya melibatkan RD. YB. Mangunwijaya atau biasa disapa Romo Mangun. Beliau yang memang seorang arsitek, mendesain seluruh bangunan di PBPG sehingga terkandung cita rasa arsitektur yang tinggi. Tahun 1993, PBPG sempat menerima penghargaan Ikatan Arsitek Indonesia.
Bentuk bangunan yang ada, mayoritas perpaduan arsitektur Jawa dengan Eropa. Di mana, daun pintu dan jendelanya mirip rumah-rumah para bule, tetapi atapnya cenderung bergaya joglo. Sedangkan dindingnya, dibalut ornamen bebatuan. Warna yang mendominasi adalah cokelat natural. Di halaman, semuanya ditanami rumput yang terawat. Meski sinar matahari menyengat, namun terasa adem karena banyaknya pepohonan peneduh.
Begitulah sedikit catatan tentang PBPG yang sarat keheningan dan terkesan sakral, minimnya informasi mengakibatkan kesulitan menjelaskan secara rinci. Kendati begitu, ada pelajaran yang bisa dipetik, yakni perbedaan agama tidak harus dijadikan sekat berinteraksi antar umat. Kendati begitu, semisal anda adalah penganut agama Katolik, tidak ada salahnya merasakan sekaligus menikmati rutinitas para suster yang benar- benar sangat mendekati-Nya. Salam keberagaman. (*)