Pas marak-maraknya iklan tentang film AADC2 maka salah satu tampilan salindia (slide) yang saya buat pada pelatihan penulisan buku untuk para peneliti/dosen memuat poster film tersebut. Saya modifikasi sebagai meme: "Kamu jahat .... Empat belas tahun aku menunggu, kamu belum nulis buku juga!"
Ketika disajikan, para peneliti/dosen pun terpingkal meski di antara mereka juga merasa tersindir. Seorang ibu peneliti menghampiri saya setelah pelatihan.Â
"Pak Bambang, saya merasa tertampar dengan gambar tadi?"
"Lho, kenapa, Bu?"
"Saya ini bukan empat belas tahun, tapi lebih dari dua puluh tahun belum nulis buku juga. Saya malu!"
Nyatanya menulis buku bukanlah sesuatu yang gampang, bahkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia ilmiah-akademis sekalipun. Meskipun para guru, dosen, peneliti, atau widyaiswara sudah menghasilkan karya tulis ilmiah, belum tentu mereka mampu menghasilkan sebuah buku. Hambatan utama kerapkali dituduhkan pada waktu, padahal waktu menulis selalu ada setiap hari jika memang mereka mau dan mampu.
Saya jadi teringat sebuah buku karya Dan Poynter yang dijuluki god father ribuan buku di Amerika. Judulnya Is There a Book Inside You? Poynter seolah menohok dengan pertanyaan apakah ada buku di dalam diri kita, lalu ia mengompori segera saja keluarkan dan inilah langkah-langkahnya. Poynter memang sangat detail menyajikan langkah-langkah menulis buku. Karena itu, tidak salah ia dijuluki god father ribuan buku karena ia memang menjadi tokoh self-publisher di Amerika.
Saya pun sudah sering bersua orang yang menyatakan keinginannya menulis buku. Namun, sebatas keinginan hingga pada tahun kedua dan tahun ketiga perjumpaan, ia belum menulis buku juga. Jelas ada buku di dalam dirinya, tetapi belum juga dikeluarkan. Hambatan utama yang sering jadi alasan adalah waktu, hambatan kedua mengejar kesempurnaan, hambatan ketiga memang tidak mampu untuk merancang sebuah tulisan kompleks bernama buku secara bertahap.
Ada buku yang kompleks dengan pola outline tahapan yang menunjukkan kesejatian seorang penulis buku. Ada juga buku yang bersifat ringan atau instan seperti kumpulan tulisan (artikel, esai, dsb.), bahkan di Indonesia ada buku dibuat dari kumpulan quote dan tweet. Namun, buku kumpulan tulisan pun (buku butiran) dapat juga berkualitas tinggi jika dibuat memang tidak sembarang. Contoh kasus adalah buku-buku Malcolm Gladwell. Meskipun sebuah kumpulan tulisan, tetapi mengandung benang merah dan setiap tulisan yang disajikan juga merupakan hasil riset mendalam.
Baiklah bahwa apa pun buku yang Anda hasilkan, apakah itu buku tahapan atau buku butiran, yang penting Anda telah menghasilkan sebuah buku. Jika hanya berkutat pada angan dan impian suatu saat menulis buku, waktu terus melaju tanpa disadari yang semakin melenyapkan memori.
Pertanyaannya seperti ungkapan Cinta kepada Rangga yang diplesetkan tersebut: Apakah tidak menulis buku sebuah "kejahatan"? Lebih baik memang dihaluskan saja sebagai sebuah "kealpaan", terutama bagi mereka yang menyimpan ilmu dan pengetahuan luar biasa di dalam dirinya. Ya, alhasil jangan disalahkan jika sebuah mata rantai ilmu pengetahuan juga terputus.