Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jahat, Kamu Belum Nulis Buku Juga

19 Juni 2016   10:22 Diperbarui: 19 Juni 2016   10:34 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pas marak-maraknya iklan tentang film AADC2 maka salah satu tampilan salindia (slide) yang saya buat pada pelatihan penulisan buku untuk para peneliti/dosen memuat poster film tersebut. Saya modifikasi sebagai meme: "Kamu jahat .... Empat belas tahun aku menunggu, kamu belum nulis buku juga!"

Ketika disajikan, para peneliti/dosen pun terpingkal meski di antara mereka juga merasa tersindir. Seorang ibu peneliti menghampiri saya setelah pelatihan. 

"Pak Bambang, saya merasa tertampar dengan gambar tadi?"

"Lho, kenapa, Bu?"

"Saya ini bukan empat belas tahun, tapi lebih dari dua puluh tahun belum nulis buku juga. Saya malu!"

Nyatanya menulis buku bukanlah sesuatu yang gampang, bahkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia ilmiah-akademis sekalipun. Meskipun para guru, dosen, peneliti, atau widyaiswara sudah menghasilkan karya tulis ilmiah, belum tentu mereka mampu menghasilkan sebuah buku. Hambatan utama kerapkali dituduhkan pada waktu, padahal waktu menulis selalu ada setiap hari jika memang mereka mau dan mampu.

Saya jadi teringat sebuah buku karya Dan Poynter yang dijuluki god father ribuan buku di Amerika. Judulnya Is There a Book Inside You? Poynter seolah menohok dengan pertanyaan apakah ada buku di dalam diri kita, lalu ia mengompori segera saja keluarkan dan inilah langkah-langkahnya. Poynter memang sangat detail menyajikan langkah-langkah menulis buku. Karena itu, tidak salah ia dijuluki god father ribuan buku karena ia memang menjadi tokoh self-publisher di Amerika.

Saya pun sudah sering bersua orang yang menyatakan keinginannya menulis buku. Namun, sebatas keinginan hingga pada tahun kedua dan tahun ketiga perjumpaan, ia belum menulis buku juga. Jelas ada buku di dalam dirinya, tetapi belum juga dikeluarkan. Hambatan utama yang sering jadi alasan adalah waktu, hambatan kedua mengejar kesempurnaan, hambatan ketiga memang tidak mampu untuk merancang sebuah tulisan kompleks bernama buku secara bertahap.

Ada buku yang kompleks dengan pola outline tahapan yang menunjukkan kesejatian seorang penulis buku. Ada juga buku yang bersifat ringan atau instan seperti kumpulan tulisan (artikel, esai, dsb.), bahkan di Indonesia ada buku dibuat dari kumpulan quote dan tweet. Namun, buku kumpulan tulisan pun (buku butiran) dapat juga berkualitas tinggi jika dibuat memang tidak sembarang. Contoh kasus adalah buku-buku Malcolm Gladwell. Meskipun sebuah kumpulan tulisan, tetapi mengandung benang merah dan setiap tulisan yang disajikan juga merupakan hasil riset mendalam.

Baiklah bahwa apa pun buku yang Anda hasilkan, apakah itu buku tahapan atau buku butiran, yang penting Anda telah menghasilkan sebuah buku. Jika hanya berkutat pada angan dan impian suatu saat menulis buku, waktu terus melaju tanpa disadari yang semakin melenyapkan memori.

Pertanyaannya seperti ungkapan Cinta kepada Rangga yang diplesetkan tersebut: Apakah tidak menulis buku sebuah "kejahatan"? Lebih baik memang dihaluskan saja sebagai sebuah "kealpaan", terutama bagi mereka yang menyimpan ilmu dan pengetahuan luar biasa di dalam dirinya. Ya, alhasil jangan disalahkan jika sebuah mata rantai ilmu pengetahuan juga terputus.

Nah, mumpung bulan Ramadan kita juga bisa menyelisik berapa banyak ulama di Indonesia yang sudah menulis buku dan benar-benar menulis buku sesuai dengan kadar keilmuan dan kefasihannya. Ketika sang ulama tidak menuliskan sesuatu atau buku yang lebih komprehensif dari pengetahuannya, tentulah tidak dapat disalahkan ilmu dan pengetahuannya akan terkubur bersama dirinya ketika ia tiada. Karena itu, diperlukan kesadaran untuk mendokumentasikannya. Meskipun ia tidak mampu menulis, ia dapat menugaskan murid-muridnya sebagai ghost writer atau co-writer yang membantunya mewujudkan sebuah dokumentasi pemikiran atau pengalaman.

Zaman sudah semakin memudahkan. Ada kamera yang dapat mendokumentasikan video seorang ulama yang berceramah. Saat ini ada teknologi konversi suara menjadi teks. Sebuah rekaman suara dapat diubah langsung ke dalam teks. Tentu konteksnya masih ragam lisan, tetapi tetap akan memudahkan seseorang untuk menuliskan ulang dalam ragam tulisan. Jadi, teknologi sudah sangat membantu seseorang untuk mengeluarkan buku dari dalam dirinya.

Tidak menulis buku adalah sebuah kealpaan bagi mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang layak disebarkan. Karena itu, dari sisi pemerintah pun sudah banyak program untuk menggalakkan orang menulis buku, baik berbentuk hibah maupun insentif. Coba kita telusuri berapa daerah atau kota di Indonesia yang tidak memiliki buku sejarah? Berapa tokoh yang tidak meninggalkan buku untuk merekam jejak prestasinya? Berapa perusahaan yang tidak mengabadikan sejarah dan kisah sukses perusahaan ke dalam buku? Jadi, ketiadaan sebuah buku dari suatu daerah/kota, perusahaan, organisasi, adalah sebuah kealpaan berjemaah sehingga memutus mata rantai sejarah kepada generasi selanjutnya.

Adakah buku di dalam dirimu? Saya yakin ada, apalagi jika Anda seorang akademisi, praktisi, dan profesional. Lalu, kapan mau dituliskan? Semoga Ramadan tahun depan sudah terwujud dan kita semua masih diberi usia dan kesehatan dari Sang Maha Pemberi Kehidupan. Amin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun