Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bebal Si Muka Tebal

23 September 2021   06:09 Diperbarui: 23 September 2021   06:14 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi oleh Bambang Subroto

Kegilaannya terletak pada perasaan massa yang berhasil merasa menjadi gelombang kuat yang berkekuatan dahsyat. Kekuatan lain dipandang hanya sebagai kekuatan buih. Kebenaran atau keberadaan segala sesuatu berada pada faktor jumlah pengikut.

Kelompok bebal bukan hanya orang biasa. Bisa jadi alumnus universitas ternama yang keren bergelar berderet-deret. Mereka bukan punakawan, yang berpenampilan seadanya tetapi berintegitas istimewa.

Punakawan itu keturunan dewa. Mereka turun ke dunia, untuk menjaga konsistensi pengutamaan sifat ksatria.

Paradoksnya, di pewayangan itu ada pula kelompok "bala kiwa" yang mengelompok di sisi kiri pakeliran. Berwajah merah, berpenampilan gagah.

Di sebelah kanan, mengelompok "bala tengen" berwajah putih ksatria.

Lalu ada pula peran punakawan, yaitu sebagai dewa yang turun berprofesi pembantu, menjaga dan berusaha memayu hayuning bawana.

Punakawan dikesani sebagai orang bebal berpenampilan kumal. Tetapi dalam menjalankan darmanya, punakawan itu "bathok bolu  isi madu". Berpenampilan bebal, tetapi terjaga dalam kebaikan berperilaku.

Semar, menjaga kedisiplinan,  taat tapi kritis dalam menjalankan perintah. Gareng mengingatkan pentingnya silaturahmi yang maknawi. Petruk mengajak meninggalkan perilaku buruk. Bagong, mengingatkan keburukan jika hanya beromong kosong.

Di dalam praktik, memang ada gambaran peribahasa, bahwa "ditepuk air di dulang, tepercik muka sendiri".

Dulang adalah talam atau baki yang terbuat dari kayu atau tembaga.  Jika di dulang tersebut terdapat ceceran air, kemudian ditepuk, air itu akan tepercik ke wajah sendiri. Perilaku menepuk air di dulang, memungkinkan seseorang akan mendapatkan malu karena kebebalannya itu.

Celakanya, mereka yang memainkan peran bebal itu tidak merasa jika makin berpandangan sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun