Seorang pensiunan TNI di Makassar mungkin tidak tahu cara verifikasi akun, bukan karena tidak mau belajar, tapi karena tidak ada tempat yang mengajarkannya dengan sabar dan tanpa ejekan.
Negara Lain Sudah Maju Selangkah
Negara-negara lain telah membuktikan bahwa perubahan dimungkinkan:
- Di Jepang, program Digital Grandparents melatih lansia menggunakan smartphone, e-government, dan deteksi penipuan daring—dengan metode pelatihan teman-sebaya. Hasilnya, angka kejahatan siber terhadap lansia turun drastis.
- Di India, kampanye Digital Saksharta Abhiyan berhasil melatih jutaan pedagang pasar tradisional menggunakan QRIS, dompet digital, dan platform edukasi daring.
- Di Finlandia, literasi media termasuk dalam kurikulum nasional untuk semua jenjang, termasuk pelatihan bagi orang tua dan guru.
Indonesia Masih Terjebak dalam Pendekatan Parsial
Di Indonesia, kita masih terjebak dalam pendekatan parsial:
- Pelatihan IT untuk aparatur desa sering kali hanya formalitas—dilakukan satu hari, tanpa evaluasi lanjutan.
- Program UMKM digital fokus pada “jualan online”, tetapi mengabaikan aspek keamanan data dan literasi finansial digital.
- Kita membangun infrastruktur, tetapi lupa membangun kapasitas manusianya.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Maka, saatnya kita merancang ulang strategi nasional literasi digital:
1. Wajibkan pelatihan literasi digital dalam skema diklat ASN dan aparatur desa, dengan modul yang praktis, kontekstual, dan berkelanjutan.
2. Luncurkan gerakan “Satu Keluarga Satu Melek Digital”, di mana anak-anak dilibatkan sebagai mentor bagi orang tua dan kakek-nenek, didukung modul resmi dari Kemendikbudristek dan Kominfo.
3. Desain ulang antarmuka layanan publik digital agar benar-benar ramah pengguna awam: gunakan ikon jelas, suara panduan, dan opsi “mode pemula” yang sederhana.
4. Manfaatkan komunitas lokal dan tokoh agama sebagai agen perubahan. Masjid, gereja, pura, dan balai desa bisa menjadi pusat belajar digital, karena lebih dipercaya dan mudah diakses.
5. Bangun Ruang Melek Digital di tiap desa dan kelurahan, didampingi relawan terlatih yang siap membantu warga menavigasi dunia digital dengan aman.
Penutup: Tidak Ada yang Boleh Tertinggal
Ketika listrik padam, kita langsung bicara soal ketahanan infrastruktur. Tapi ketika warga salah klik, jadi korban hoaks, atau data pribadinya bocor, kita malah menyalahkan individunya.
Padahal, seperti listrik, teknologi adalah infrastruktur sosial. Dan tanpa literasi yang merata, masyarakat kita akan semakin terbelah: satu kelompok bisa memanfaatkan teknologi untuk memberdayakan diri, sementara lainnya hanya jadi objek eksploitasi.
Generasi muda boleh saja menjadi juru bicara era digital. Tapi tanggung jawab memastikan seluruh bangsa bisa bernapas di dunia ini, bukan hanya milik mereka.
Karena di tengah revolusi digital, tidak ada yang boleh tertinggal—usia bukan alasan, tetapi panggilan untuk gotong royong.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI