Pelantikan menteri baru berlangsung megah di Istana. Sorot kamera menyapu wajah-wajah baru yang penuh tekad. Di layar televisi, rakyat menyaksikan dengan harapan: jangan-jangan kali ini benar-benar akan ada perubahan? Tapi di pabrik sebelah timur Jakarta, seorang buruh kontrak bernama Rudi hanya bisa menatap pesan grup WhatsApp yang membuat dadanya sesak: "Mulai Senin, sistem kerja bergilir. Tidak semua shift masuk."
"Reshuffle selesai," katanya pelan, "tapi hidup saya belum pasti."
Dari Tuntutan Rakyat ke Meja Menteri
Di tengah euforia pergantian kabinet, ada satu tuntutan dari "17+8 Tuntutan Rakyat" yang tak boleh terlupakan: bagaimana mencegah PHK massal? Bukan tanpa alasan. Data dari Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI) mencatat, gelombang efisiensi besar-besaran masih melanda sektor manufaktur, retail, dan teknologi. Ribuan pekerja kontrak diberhentikan tanpa pesangon memadai, dengan alasan yang sering terdengar: "tekanan ekonomi global".
Bagi mereka, reshuffle bukan sekadar ganti wajah, tapi ujian komitmen. Apakah kabinet Merah Putih benar-benar pro-rakyat, atau hanya retorika?
Wajah Baru, Tapi Apa Komitmennya?
Munculnya menteri-menteri baru di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan membuka ruang harapan. Namun, pertanyaannya tetap: apakah mereka memiliki visi yang kuat untuk melindungi jutaan buruh kontrak yang hidupnya selalu di ujung tanduk?
Di forum diskusi Kompasiana `#ReshuffleKabinetMerahPutih`, seorang penulis berkomentar: "Saya ingin melihat menteri yang tidak hanya dekat dengan investor, tapi juga pernah duduk di mess buruh, merasakan bagaimana rasanya khawatir tiap bulan saat pembayaran gaji molor."
Buruh kontrak adalah kelompok yang paling rentan. Mereka bekerja puluhan jam seminggu, namun statusnya tidak setara. Bisa diberhentikan sewaktu-waktu, seringkali tanpa jaminan pensiun atau perlindungan sosial yang memadai. Mereka adalah tulang punggung produksi, tapi jarang punya suara.
PHK Massal: Bukan Isu Ekonomi, Tapi Tragedi Kemanusiaan
Siti, buruh tekstil di Tangerang. Ia bekerja selama 9 tahun dengan kontrak tahunan. Saat perusahaan melakukan efisiensi, ia diminta mengundurkan diri secara "sukarela". Tanpa pesangon yang layak, ia harus menjual motor untuk biaya pengobatan anaknya yang sakit.
"PHK itu bukan angka statistik," katanya, matanya berkaca-kaca. "Itu berarti anak nggak bisa les, listrik diputus, dan malu bayar kos."
Inilah wajah nyata dari PHK massal. Bukan soal neraca perusahaan, tapi soal hancurnya harapan, harga diri, dan masa depan keluarga.
PHK buruh dan Karyawan Sritek | Antara Photo

Solusi Nyata yang Tak Boleh Ditunda
Harapan harus diwujudkan dalam kebijakan konkret. Berikut langkah-langkah yang mendesak:
1. Â Batasi Penggunaan Kontrak Panjang: Aturan harus dibuat agar pekerja yang sudah lebih dari 3--5 tahun kontrak, otomatis menjadi pegawai tetap.
2. Â Insentif Fiskal untuk Perusahaan Pro-Buruh: Beri keringanan pajak bagi perusahaan yang menyerap tenaga kerja lokal dan memberi jaminan sosial.
3. Â Program Reskilling Nasional: Latih ulang buruh yang ter-PHK untuk masuk ke sektor energi baru, digital, atau ekonomi hijau.
4. Â Perluas Cakupan BPJS Ketenagakerjaan: Pastikan semua pekerja, termasuk kontrak dan informal, terlindungi oleh program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Sebagaimana disampaikan dalam diskusi `#MencegahPHKMassal`: "Kalau mau disebut pro-rakyat, buktinya bukan di pidato, tapi di SK penetapan upah dan perlindungan kontrak."
Penutup: Saatnya Buktikan bahwa Kabinet Ini untuk Semua Rakyat
Reshuffle telah usai. Sorotan media mulai redup. Kini, saatnya kerja nyata dimulai.
Janji-janji besar harus turun ke bumi, sampai ke lini produksi, ke mess buruh, ke rumah-rumah sederhana yang ditinggali oleh mereka yang bekerja keras demi sesuap nasi.
Perlindungan bagi buruh kontrak bukan kemewahan. Ia adalah keadilan dasar. Dan jika kabinet Merah Putih ingin membuktikan bahwa ia benar-benar milik rakyat, maka inilah ujian pertamanya.
Karena rakyat tidak butuh menteri yang hebat di pidato. Â
Rakyat butuh pemimpin yang berani melindungi yang lemah, saat dunia terus berubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI