📍 Pendahuluan: Dua Wajah Paylater
Bayangkan kamu sedang duduk santai, membuka aplikasi belanja online, lalu muncul notifikasi: “Diskon 50% hanya hari ini! Bayar nanti pakai Paylater.” Tanpa pikir panjang, kamu klik. Barang datang, hati senang. Tapi, tagihan? Menunggu di tikungan.
Inilah daya tarik Paylater—mudah, cepat, dan menggoda. Tapi di balik kemudahannya, ada risiko yang tak kalah besar: utang menumpuk, bunga mencekik, dan skor kredit yang bisa rusak. Apakah Paylater benar-benar solusi praktis, atau justru bom waktu finansial?
📊 Data-Driven Insights: Fakta di Balik Tren Paylater
- Pengguna Paylater di Indonesia didominasi oleh generasi muda: 43,9% adalah milenial (26–35 tahun), dan 26,5% adalah Gen Z (18–25 tahun)
- 70,5% konsumen menggunakan Paylater untuk belanja online, dan 30,9% mulai menggunakannya untuk transaksi offline.
- Rata-rata transaksi Paylater mencapai Rp350.000–400.000 per pembelian, dengan kecenderungan meningkat di kalangan pengguna lajang.
- Tingkat kredit macet (NPF) Paylater mencapai 2,82%, mendekati ambang batas OJK sebesar 5%.
- Sebanyak 1,5 juta kontrak pembiayaan Paylater bermasalah, yang berdampak pada penolakan pengajuan KPR dan pinjaman lainnya.
👥 Storytelling: Dua Sisi Pengalaman
Gani, 24 tahun – “Biar Gaya, Bayar Nanti”
Gani adalah karyawan muda yang aktif menggunakan Shopee PayLater. Dalam sebulan, ia bisa membeli pakaian senilai Rp1 juta dan mencicilnya selama tiga bulan. “Kalau langsung bayar, berat. Tapi kalau dicicil, terasa ringan,” katanya.
Namun, Gani sadar bunga Paylater bisa mencapai 4% per bulan. Ia berusaha disiplin membayar tepat waktu. Tapi tidak semua seberuntung Gani.
Rina, 22 tahun – “Dari Rp450 Ribu Jadi Rp18 Juta”
Rina tergoda promo dan membeli barang seharga Rp450 ribu dengan Paylater. Ia lupa membayar. Setahun kemudian, tagihannya membengkak jadi hampir Rp18 juta karena bunga dan denda. Kini, ia kesulitan mengajukan kredit karena riwayat buruk di SLIK OJK.
⚠️ Risiko Tersembunyi Paylater
Menurut IDN Times, berikut lima risiko utama:
- Biaya Tambahan: Bunga bulanan bisa mencapai 2,95%, belum termasuk denda keterlambatan.
- Belanja Impulsif: Mudah tergoda beli barang yang tidak dibutuhkan.
- Kebiasaan Berutang: Menunda pembayaran jadi kebiasaan, sulit menabung.
- Skor Kredit Terdampak: Telat bayar bisa merusak reputasi keuangan.
- Regulasi Longgar: Pengawasan belum seketat lembaga keuangan formal.
💡 Tips Bijak Menggunakan Paylater
Agar tidak terjebak dalam lingkaran utang, berikut tips praktis:
- Gunakan untuk kebutuhan, bukan keinginan.
Tanyakan: “Kalau tidak diskon, apakah aku tetap beli?” - Batasi jumlah platform Paylater.
Satu atau dua cukup. Jangan semua aplikasi diaktifkan. - Cek total cicilan bulanan.
Idealnya tidak lebih dari 30% penghasilan. - Baca syarat dan bunga dengan teliti.
Jangan hanya tergiur promo. - Bangun literasi keuangan.
Ikuti kelas, baca buku, atau dengarkan podcast keuangan.
🧭 Penutup: Bijak Sebelum Klik
Paylater bukan musuh. Ia bisa jadi alat bantu keuangan yang efektif jika digunakan dengan bijak. Tapi jika digunakan tanpa kontrol, ia bisa menjadi bom waktu yang mengancam masa depan finansial.