Punya "Nenek", "GMa", "Granny", "Eyang Putri", "Yangti", "Uti", "Mbahdok", adalah kebahagiaan. Apalagi lengkap dua, yang satu bundanya bapak. Satunya lagi bundanya ibu. Keduanya tempat bermanja.
Kehadiran nenek membuat bangga---karena punya nenek adalah kemewahan yang tidak semua orang beruntung dapat menikmatinya. Normalnya, nenek-nenek selalu berusaha menggembirakan para cucu, meringankan beban mereka, dan membimbing cucu-cucu [BK1] berkembang makin cerdas lebih cepat. Dan, untuk itu, pantaslah bersyukur atas cinta nenek yang hangat dan sempat mengalir dalam hidup yang menggembirakan.
Seorang nenek menyampaikan kisahnya ketika mendapat berita akan punya cucu. "Ketika saya mengetahui putri saya hamil, itu adalah malam yang tak akan terlupakan---tak ada kata yang bisa menggambarkan emosi saya dengan tepat. Saya sangat gembira, tetapi di saat yang sama saya tahu apa yang akan terjadi sembilan bulan ke depan. Mengetahui wanita seperti apa yang saya besarkan, saya tahu dia akan kuat menghadapi semuanya. Jadi, pada malam itu, hidup kami semua berubah---perubahan yang membawa kehidupan baru dan mekarnya cinta yang tak terlukiskan".
Nenek ikut menghitung hari, membangun harapan, mendaras doa selama calon cucunya berada di dalam kandungan hingga saat hari kelahiran. "Lalu, menyaksikan dan menunggu hari besar itu tiba membawa serta rasa emosi yang sungguh ajaib dan entah bagaimana, tak terlukiskan. Saat saya melihat keajaiban ini terjadi di hadapan saya, saya merasa dipenuhi dengan ikatan yang begitu kuat".
Ada nenek yang sempat menyaksikan saat persalinan, saat kelahiran cucunya, mendengar tangis pertama cucunya. Saat kemudian si bayi yang baru lahir diserahkan perawat ke dalam pelukannya, seorang nenek menulis, "Melihat anak ini---dan langsung jatuh cinta padanya---adalah pengalaman yang tak tak ada duanya. Aku ingin melindunginya. Mencintainya. Memeluk dan menciumnya. Aku ingin selalu ada di setiap momen, baik besar maupun kecil. Setiap momen bersamanya sangat penting. Selalu."
Sejauh mungkin, nenek berusaha hadir bersama cucunya. Melayani kebutuhan cucunya. Memberikan cintanya. "Menjadi seorang nenek mengajariku untuk memiliki kesabaran yang tak terbatas. Tetapi, yang terpenting, aku telah belajar untuk menikmati momen itu. Sesuatu yang tak pernah bisa kulakukan ketika aku seorang ibu. Mungkin karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaan sehari-hari. Dan dalam upaya menjadikan segalanya "sempurna", yang kini kusadari bukanlah yang terpenting. Apa pun itu, aku ingin hadir di setiap momen bersama cucu, aku ada di dalamnya. Dan aku tak ingin melewatkan satu hal pun.
Pelukan, dekapan, dan senyum mereka selalu meluluhkan hatiku. Cara mereka berseri-seri saat melihatku sungguh obat mujarab. Aku bisa saja sedang mengalami hari terburuk, tetapi wajah-wajah mungil cucu selalu mampu membalikkan keadaan".
Ketika menikmati saat-saat kebersamaan ketika mengajak cucu jalan-jalan di taman atau di tempat bermain, seorang nenek yang lain memberikan kesaksiannya. "Bersama cucu, aku menjelajahi dunia melalui mata mereka. Aku mendapati diriku menyaksikan wajah mereka dipenuhi kegembiraan. Aku menyimak setiap kata mereka, dan tertawa bersama mereka. Dan aku tak ingin melewatkan sedetik pun."
Menjadi seorang nenek bisa memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Seorang nenek menyatakan: "Bagiku, menjadi seorang nenek adalah...
...bisa bermain bersama cucu sepanjang hari.
...bernyanyi dengan suara keras, meskipun sebenarnya aku tak bisa bernyanyi---tapi aku tak peduli.