Oleh: Bambang Iman Santoso, Neuronesia Community
Jakarta, Minggu, 9 Juli 2023. Pandemi membawa hikmah dan banyak pelajaran. Salah satunya menjadi pemicu pesatnya pertumbuhan industri makanan dan minuman, khususnya bisnis frozen food yang banyak dikerjakan dari rumah (home industry dan UMKM). Di dalam program pelatihan dan pembelajaran masa purnabakti untuk para karyawan salah satu BUMN terkemuka yang memasuki MPP (masa persiapan pensiun), ada beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai salah satu pembahasan materinya.
Seperti; mengapa harus berbisnis makanan? Ada beberapa argumen penulis yang kebetulan saat itu dipercayai sebagai salah satu nara sumber atau trainer untuk kegiatan program pelatihan ini. Alasan pertama, beberapa indikator yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, ditandai; a) angka PDB atau pertumbuhan produk domestik bruto yang naik terus lebih dari dari satu dekade terakhir ini, walau prosentase pertumbuhan sempat menurun memasuki pandemi, namun volumenya terus bergerak naik, terhitung dari kuartal 1 2023, pertumbuhan terhadap PDB industri makanan dan minuman pada kuartal 1 2022 yang sebesar 195.8 triliun rupiah; b) bertambahnya investasi asing langsung yang masuk ke Indonesia - foreign direct investment/FDI; c) konsumsi domestik yang berlangsung meningkat, mewakili daya beli masyarakat yang juga terus meningkat; d) angka pertumbuhan sektor industri dan jasa yang pesat; e) adanya penurunan tingkat pengangguran; f) nilai volume ekspor Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun; g) pembangunan infrastruktur, terutama jalan tol 10 tahun terakhir yang cukup signifikan; dan h) stabilitas ekonomi, Indonesia termasuk negara yang dapat mengatasi pandemi COVID-19 dengan baik.
Alasan kedua, angka populasi penduduk Indonesia yang sangat besar jumlahnya. Berdasarkan data BPS (biro pusat statistik Indonesia), per bulan September 2021, total jumlah penduduk kita sebanyak 276 juta jiwa. Walaupun kita berhasil menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk (dalam prosentase), namun total jumlahnya yang terus meningkat. Indonesia memiliki bonus demograsi, suatu potensi pasar yang dahsyat. Alasan ketiga, keberagaman kuliner kita (culinary diversity) yang semakin kompleks, salah satu faktor penyebabnya adalah kemajuan teknologi, khususnya teknologi produksi pangan dan teknologi informasi yang memengaruhi selera kuliner, gastronomi dan neurokuliner Indonesia.
Alasan keempat, angka pertumbuhan industri pariwisata kita dalam dekade terakhir, yang pada tahun 2019 mencapai hampir 200% dibanding tahun 2009. Banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang mengunjungi Indonesia untuk menikmati keindahan alam, budaya, dan tentunya kuliner. Bisnis makanan dapat memperoleh keuntugan dari pertumbuhan industri ini dengan menyediakan makanan sesuai dengan selera wisatawan. Alasan kelima, perkembangan teknologi dan e-commerce serta  penetrasi internet yang pesat di Indonesia telah menciptakan peluang baru dalam berbisnis makanan. Berdasarkan data dari portal tempo.co prediksi angka pengguna e-commerce di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 189.6 juta jiwa. Pada tahun 2021 terdapat 148,5 juta jiwa pengguna e-commerce, 54% dari 276 juta jiwa total penduduk Indonesia di tahun itu. Atau dengan kata lain telah lebih dari setengahnya, yang di tahun-tahun ke depan diprediksikan jumlah dan prosentase terhadap jumlah penduduk akan bergerak terus naik. Banyak platform dan aplikasi pengiriman makanan secara online yang populer di Indonesia.
Pertanyaan berikutnya; seberapa besar peluang bisnis makanan ini? Bila kita ingin menggali data dan mencari tahu, ternyata potensinya begitu besar. Dari sumber 'Statista' yang merekam data semenjak tahun 2017 (477jt USD) dan memprediksikannya sampai dengan tahun 2025 (4,35 milyar USD) jumlah total revenue industri sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari jumlah yang besar itu, ada kecenderungan tren dan potensi favorit bisnis makanan yang perlu dipertimbangkan sesuai permintaannya, yaitu; a) katering untuk pegawai kantor, b) daging olahan frozen, c) kentang frozen, d) cireng frozen, e) masakan rumahan frozen, f) kue kering berbentuk hampers, g) makaroni pedas, h) AYCE, all you can eat, i) cimol keju frozen, j) soft baked cookies, k) salad buah, l) dessert box, m) lunch box cake, n) sambal rumahan, dan o) rice box.
Dari sumber 'Databoks', diketahui nilai dan pertumbuhan PDB industri makanan dan minuman mengalami terus peningkatan. Grafiknya terus naik, terekam mulai dari tahun 2010 s/d 2021, menjadi sekitar 1.100 triliun, atau lebih 200% pertumbuhannya dalam 1 dekade tersebut. Besar volume yang mencengangkan ini merupakan akumulasi industri yang terdiri dari berbagai macam jenis usaha makanan di Indonesia. Penulis mengusulkan; ada 4 kategori jenis usaha tersebut yang perlu diamati dan dicermati, yaitu; a) jenis usaha makanan, b) jenis usaha minuman, c) jenis usaha industri makanan dan minuman, serta d) jenis usaha frozen food. Kategori usaha berdasarkan jenis makanan, yaitu; warung makan, restoran, kafe, rumah makan padang, restoran seafood, warung nasi goreng, bakso, sate, kedai kopi, dan toko kue. Kemudian kategori usaha berdasarkan jenis minuman, yaitu; minuman ringan, minuman kemasan, minuman tradisional, minuman susu, teh, kopi, minuman buah, minuman fungsional, minuman tradisional khas daerah, minuman berbasis alkohol, dan minuman berbasis kopi.
Selanjutnya, kategori berdasarkan jenis usaha industri; snack dan makanan ringan, minuman, roti dan produk bakery, produk olahan susu, industri makanan instan, industri bumbu dan saus, industri es krim, dan industri catering. Sedangkan kategori usaha berdasarkan jenis makanan ungkep (frozen food) yang dimaksud di sini adalah; nugget, sosis, bakso, siomay, dimsum, roti, pastel, frozen seafood, pizza, makanan asia, hidangan nusantara, produk pastry, makanan penutup, camilan, dan produk vegetarian atau vegan.
Menurut sumber FONA International's Trend Insight: Premiumization, tren peluncuran produk-produk makanan dan minuman baru secara global (top categories with premium claim, March 2017 - March 2020), menunjukkan pertambahan jumlah permintaan makanan dan minuman berbasis coklat sebanyak +76%, bakery +28%, processed fish, meat, egg products +200%, dan 'hot beverages' +16%.
Sedangkan menurut sumber data BPS 2021, produk ekspor makanan olahan Indonesia, terutama di 3 kategori; a) udang kemasan, b) kopi instan, dan c) makanan olahan lainnya. Udang kemasan paling banyak diekspor ke negara; AS (79%), Jepang (11%), dan Belanda (2,6%). Kopi instan paling banyak diekspor ke negara; Pilipina (73%), Malaysia (7,2%), dan Uni Emirat Arab 3,3%. Selanjutnya makanan olahan lainnya diekspor terbanyak ke Singapura (31,7%), Pilipina (13,6%), dan Malaysia (9,9%).
Tren pertumbuhan industri makanan ringan di Indonesia juga terus menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data statista.com, yang menunjukkan angka pertumbuhan tersebut dimulai dari tahun 2014 (766,4 juta kilogram), hingga prediksi total volume distribusi sampai dengan tahun 2027 (1.982 juta kilogram). Dari total jumlah tersebut, kategori cookies dan crackers mendominasi di industri makanan ringan kita, rata-rata lebih dari 75%. Tortilla chips, flips dan pretzels menempati urutan kedua (rata-rata >20%), dan potato chips urutan ketiga (rata-rata <5%). Bila tren industri makanan ringan ini dilihat dari prediksi volume konsumsi per kapita, juga memperlihatan kenaikan terus yang pada tahun 2014 di 2,4%, dan pada tahun 2027 menjadi 5,9%.