Mohon tunggu...
Balggys Mae
Balggys Mae Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tradisi Kerajinan Topi Caping di Ponorogo

6 Desember 2017   14:54 Diperbarui: 6 Desember 2017   15:04 1854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti kalian sudah mengetahui topi caping. Caping adalah sejenis topi berbentuk kerucut yang umumnya terbuat dari anyaman bambu. Biasanya topi caping ini digunakan oleh para petani untuk kerja di ladang.

Topi caping ini membutuhkan proses yang tidak mudah, hanya dengan satu caping kita melakukannya ini tergolong rumit dan membutuhkan beberapa orang dalam proses pembuatannya.

Hal ini terjadi pada salah satu Desa Karanggebang, Kecamatan Jetis, sebagai sentral pembuatan caping di Ponorogo, Jawa Timur.

Proses pembuatan topi caping ini terbagi-bagi dan masing-masing memiliki tugas. Mulai dari bertugas melakukan pemilihan bamboo hingga terbentuk lembaran tipis. Menganyam caping menjadi setengah jadi dan meneruskan menganyam hingga caping jadi. Tidak sampai disitu, mereka juga membuat blengker atau pinggiran caping. Semua itu dilakukan secara bergotong-royong.

Menurut kepala dusun yaitu Agus Wiyono mengatakan ini sudah menjadi tradisi sejak jaman dulu, atau tapatnya sejak tahun 1960-an dimana warga yang berusia lanjut memilih tetap bekerja walau hanya menjadi pengerajinan tangan. Warga disini juga ingin terus beraktivitas meski berada di rumah, dan menghasilkan uang.

Dilansir dari CNNIndonesia, semakin meningkatkan sistem ini maka akan terus terjaga warisan leluhur kerajinan capin meski kerjainan modern muali banyak masuk ke Ponorogo.

Ia mengatakan bahwa saya yakin ini tidak akan punah, pasti ada penerusnya, karena warga selalu ada yang membuat caping.

Salah satu pengrajin caping bernam Mutiani, yang bertugas memilah bambu, hingga berbentuk menjadi lembaran tipis. Ia juga mampu memotong satu batang bambu dalm sehari. Mutiani menjual satu bambunya dengan harga Rp35 ribu.

Setelah ia menyelesaikan tugas pengrajin caping, dirinya langsung menjual ke warga yang bertugas menganyam.

Sementara itu, bagian yang mengayam dilakukan oleh Mbah Landep (84 tahun) ia yang mebuat ujung caping dengan anyaman setengah jadi. Dirinya dapat mengejakan sepuluh caping dalam sehari dan harga satu caping Rp4ribu.

Berlanjutnya untuk pembuatan blengker atau pinggiran caping dan juga juga meneruskan proses caping setengah jadi dilakukan oleh Mbah Jemiah. Dalam proses ini topi caping dapat lebih tahan lama dan kuat.
dirinya juga mampu membuat satu caping ukuran kecil. Jika ukuran besar ia bisa menyelesaikan dalam lima hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun