Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Saya dan Kompasiana

15 November 2017   22:46 Diperbarui: 15 November 2017   22:53 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"9thKompasiana"

Suatu waktu di akhir sebuah diskusi bertema literasi dalam forum diskusi ilmiah Aeropaghita, salah seorang dari antara kami bertanya begini; "Apa yang bisa kita buat? Tidak bisa hanya sekedar berteori. Mesti ada langkah konkret. Tidak bisa menunggu nanti tapi mesti dimulai dari sekarang. Atau bagaimana?"

Kebetulan ketua forum Aeropaghita sudah biasa menulis di media online, dia lalu menawarkan demikian; "Bagaimana kalau semua anggota forum ini diwajibkan punya akun media online? Semua gagasan tertulis tinggal dipublikasikan saja di situ nantinya. Jangkauan pembaca kita jauh lebih luas ketimbang menulis di Koran lokal." Singkat cerita, semua yang hadir menyetujui usulan tersebut. Masing-masing lalu mencari media online unggulan.

Saya lalu memilih Kompasiana.com. bukan tanpa dasar saya memilihnya. Sejujurnya saya adalah pembaca setia Kompas baik cetak maupun online. Bahkan kanal TV yang paling sering ditonton adalah KompasTV. Sejak SMA saya terobsesi menulis di Kompas. Tapi rupanya ini hanya utopia belaka. Saya sadari betul bahwa kualitas tulisan saya berada jauh di bawah standar Kompas.

Dengan bergabung bersama Kompasiana, saya melihat ada peluang besar ke depannya bahwa dari rahim Kompasiana saya akan menjadi seorang penulis yang hebat. Kalau Tuhan berkenan menempatkan saya suatu saat nanti di posisi Pemred Kompas, kenapa saya harus sangsi dengan perjuangan sekarang? Hehehe.... Jangan ditanggapi. Ini sekedar motivasi pribadi agar saya lebih serius dan konsisten dalam menulis.

Di Kompasiana, saya memang pemula, baru beberapa bulan lalu saya bergabung. Belum banyak pengalaman yang saya timba dari sumur Kompasiana. Ibarat bayi yang baru belajar merangkak, saya pun demikian. Dalam dekapan dan tuntunan ibunda Kompasiana, saya diberi ruang pembelajaran, bukan untuk terus merangkak tetapi untuk terus bertumbuh, berjalan terus dan terus sampai nanti.

Sedikit berbagi kisah nyata mengenai saya dan Kompasiana. Di komunitas tempat saya tinggal, banyak teman-teman menilai bahwa saya punya kemampuan lebih dalam menulis. Seringkali mereka mendiskusikan hal-hal terkait dunia tulis-menulis dengan saya. Beberapa bahkan meminta saya mengoreksi tulisannya, entah berupa opini, artikel ilmiah, cerpen dan juga puisi.

Kepercayaan teman-teman ini tidak dengan sendirinya meyakinkan saya bahwa saya punya kemampuan lebih dalam hal menulis. Apalagi dikategorikan sebagai seorang penulis. Saya memang suka menulis (tergantung mood) tetapi sungkan dan bahkan risih bila harus disematkan predikat penulis. Mengapa demikian? Ya, secara pribadi saya sungguh menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang saya miliki dalam hal menulis. Pengetahuan saya tentangnya boleh dibilang masih sangat minim.

Soal lainnya ialah publikasi tulisan saya belum seberapa. Paling-paling di majalah dinding dan majalah-majalah kampus. Di Koran lokal level NTT sekalipun belum pernah. Namun, ketika bergabung bersama Kompasiana, semangat juang dan kepercayaan diri untuk menulis dan menegaskan diri sebagai penulis bertumbuh subur. Beberapa kali saya menghukum diri saya untuk tidak tidur malam sebelum tulisan selesai dibuat dan ditayangkan di Kompasiana. Dari sini saya belajar bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik, butuh proses dan perjuangan prima. 

Sudah menjadi kebiasaan sejak bergabung di Kompasiana, setiap kali tulisan berhasil ditayangkan, saya pasti akan membacanya kembali dua sampai tiga kali. Hal ini dipandang perlu sebagai bentuk penghargaan pribadi terhadap diri sendiri. Setelah itu baru saya membagikannya ke teman-teman melalui Whatsapp dan Facebook. Beberapa orang bahkan menjadi pembaca setia tulisan saya. Selalu saja ada inboks di akun WA dan FB minta dikirimkan tulisan terbaru.

Dan yang paling menarik buat saya adalah beberapa dari antara mereka minta diajarkan cara mendaftar akun Kompasiana. Bukan sekedar gengsi-gengsian mereka mendaftar tetapi mereka -- sama seperti saya -- mau menjadikan Kompasiana sebagai ruang belajar dan proses pendewasaan menjadi penulis yang baik. Tiga dari antara mereka sudah memiliki akun Kompasiana dan yang lainnya masih tetap pada posisi yang sama, pembaca setia tulisan-tulisan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun