Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Filsafat Mendengar [2]

29 Juni 2019   13:02 Diperbarui: 29 Juni 2019   13:05 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Epsiteme Filsafat Mendengar [2]

Alat mengetahui pada umumnya disebut panca indra manusia untuk membuat pemahaman melalui persepsi bersifat sensual. Salah satu unusr panca indara tersebut adalah telinga. Secara umum pemahamn Telinga bisa dipahami dalam berbagai macam sudut pandang [world view]. Bisa dari ilmu kedokteran, biologi, sebagai organ, bisa dari sudut pandang psikologi, atau sudut bahasa, bisa dari segi struktur, bisa juga dari fungsi, sampai sebagai system.

Karena itu saya mulai tertarik pada makna filosofis tertentu dari mendengarkan dan mulai berpikir dan berbicara kepada orang lain tentang pertanyaan yang berbeda seperti: apa arti mendengarkan sebenarnya dalam konteks dialog filosofis? 

Apa saja kemungkinan mendengarkan yang berbeda? Dan bagaimana orang bisa menjadi pendengar yang lebih baik? Saya akan menguraikan ketiga pertanyaan secara singkat di bagian selanjutnya.

Dimulai dengan pertanyaan pertama, apa artinya mendengarkan dalam konteks dialog filosofis, akan sangat membantu untuk mencatat   ada perbedaan antara mendengar dan mendengarkan. 

Siapa pun yang tidak tuli dan memiliki telinga  berfungsi dengan baik, dapat mendengar. Untuk mendengarkan, bagaimanapun, membutuhkan usaha. Mendengar adalah tidak pantas; bebek  tikus, anjing kucing diyakni bisa mendengar. Apakah alam  semesta juga mendengar.

Pentingnya perbedaan ini adalah tidak selalu mengikuti  seseorang mendengarkan apa yang didengarnya ; mendengarkan lebih dari sekadar membiarkan gelombang suara mengenai gendang telinga seseorang. Sebagai contoh: tanpa kemampuan untuk mendengarkan, apakah itu dengan telinga   atau dalam kasus musisi tuli tertentu dengan bagian tubuh lainnya seperti tangan, dada, atau kaki   seorang musisi tidak   dapat membuat musik.

 Lagipula, musik tidak dialami dengan cara mendengarkannya, tidak untuk musisi, atau untuk orang yang terlibat dengan musik sebagai pendengar. Tentu saja, dalam kebanyakan kasus musik terutama dirasakan oleh seseorang melalui telinga, tetapi apakah seseorang mendengarkan atau tidak, dan oleh karena itu terhubung dengannya, pada akhirnya tergantung pada upaya seseorang mau dimasukkan ke dalam mendengarkan.

Hal yang sama berlaku untuk konteks dialog filosofis. Filsuf  Pra- Socrates Heraclitus   mengatakan: [Ketika anda telah mendengarkan, bukan untuk saya tetapi untuk Logos. Mendengarkan  adalah sikap  bijaksana untuk setuju  semua hal adalah satu] maka mendengar sebenarnya berarti [setuju atau menyetujui].

Ini sepertinya menyarankan  a mendengar adalah sesuatu yang terjadi di luar diri sendiri,   bisa berupa apa saja, mulai dari kebisingan hingga ekspresi (filosofis). Mengikuti Heraclitus, seorang pendengar sebaliknya menjadi homolog dengan apa yang didengarkan. Dengan kata lain, mendengarkan Logos dalam hal ini, melibatkan menjadi Logos, menunjukkan kemungkinan untuk terhubung secara bermakna dengan apa yang sedang didengarkan.

Mempertimbangkan perbedaan antara mendengar dan mendengarkan, menjadi jelas   (1) mendengarkan bukanlah sesuatu yang bekerja secara tidak sadar seperti cara pendengaran, dan (2) sebagai hasil dari proses membangun koneksi dengan suara (semantik) melalui upaya mendengarkan, peluang muncul untuk upaya filosofis kolektif untuk maju.

Tiba di pertanyaan kedua, apa saja kemungkinan mendengarkan yang berbeda? Ada beberapa anggapan yang perlu dipertimbangkan. Misalnya, apa yang sebenarnya dilakukan seseorang ketika mendengarkan orang lain? Apakah satu mendengarkan yang lain, atau suara batin yang memahami apa yang dikatakan orang lain misalnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun