Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hakekat Tersembunyi pada Andong, Sawang, Hanjuang [3]

3 September 2018   10:10 Diperbarui: 3 September 2018   11:50 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini adalah hasil penelitian selama 12 tahun pada tiga bentuk utama etnografi pada Sunda Wiwitan, Kejawen Matamam Kuna, dan Kaharingan Dayak Paju Empat Kalteng. Maka pada tulisan ini adalah Fenomena penampakan dan kata "Andong".

Kata ini dipakai dalam banyak perspektif, pengertian, makna (hakekat), didalam ruang dan waktu peradaban "Nusantara Indonesia". Kata "Andong" sama dengan "Sawang" sama dengan "Hanjuang", sama dengan "Pohon". Maka 4 kata yang memiliki makna sama sekaligus berbeda ini akan dipakai secara bergantian, dianalisis untuk memberikan tafsir hermeneutika pada 3 pendekatan tafsir (1) metode Alegoris, (2) metode Literal, (3) metode Mistikal. Dikombinasikan dengan (4) "tafsir kearifan local, dan (5) hasil, dan pengalaman penelitian sebelumnya.

Lima (5) metode ini memungkinkan makna kata "Andong, Sawang, Hanjuang," dapat dipahami secara melampaui (beyond).

Adapun hasil penelitian pada tulisan (3)  ini sebagai rentetan sambungan pada tulisan sebelumnya,  ditemukan perspektif sebagai berikut:

Ke (13) untuk kebudayaan Kaharingan Dayak Manyaan Kalteng Paju Epat, fenomena " kata "Andong" sama dengan "Sawang" sama dengan "Hanjuang", sama dengan "Pohon".  Adalah tokoh Sentral dalam tradisi Hiyang (pitutur) dengan nama "Etuh Bariungan, atau Nini Punyut, atau "Etuh".

Beliau adalah tokoh sentral dalam episteme Dayak, pembentuan kebudayaan, memisahkan alam manusia, non manusia, dan Sang Pencipta, ketika dunia bercampur baur sebelum ada tatanan. 

Metafora ini ada adalah pusisi, prosa semacam Homerik disebut "Hiyang Wadian" dalam tungai Amas (emas kehidupan) paling baik dan terbaik. Memisahkan antara alam kelihatan, dan tidak kelihatan, antara pikiran dan non pikiran, antara waktu sudah berlalu, dan waktu belmum terjadi, kemudian menggabungkannya, memulihkannya, dan memisahkannya, sehingga manusia dapat hidup sesuai tatanan kebaikan, kebenaran, dan keindahan.

Ke (14)  tersebutlah nama tatanan dalam kebudayaan itu disebut "Gumi Ngamang Talam"  atau realitas dunia dipahami melalui kedalaman, keluasan, mozaik, serpihan, suara bunyi, dan irama angin, hewan, tumbuhan, dan korelasi antara abiotik, dan biotik dalam genggaman  "Hiyang Wadian". Kata Wadian berasal dari kata "Bulian" berasal dari kata  "Ulin" atau sebagai "Kayu Ulin" (kayu besi Kalimantan), dan terakhir menjadi "Lapangan Bandara Ulin" di Banjarmasin. 

Ke (15) "Hiyang Wadian" ada dua tipe utama tema yakni Wadian Ritual Siklus Kehidupan ("Wadian Welum), dan Siklus Wadian Kematian (Wadian Matei).  Maka semua proses "Hiyang Wadian" mengisyaratkan kompetensi, bakat, dan dike (takdir) menjadi Wadian. Hiyang adalah proses penyatuan yang tercerai berai, dan mampu dipahami menjadi dapat dipahami. Sedangkan Wadian adalah "manusia" yang memiliki kompetensi melampaui (beyond) melakukan tindakan, jiwa, dan raga pada tatanan tersebut.

Ke (16) ada beberapa media, atau sarana transposisi diri pada proses "Hiyang Wadian", baik laki laki (Wadian Bawo, Bulat), dan perempuan Wadian Dapa, Wadian Tapu Unru, Wadian dadas,  dimediasikan (ditunjang) oleh (a) kata-kata, (2) alat-alat, (3) tanda-tanda. Tiga alat ini mengantarkan pada tujuan pelemburan Horizon Waktu, dan Ruang. Maka alat alat yang dipakai adalah kata-kata (prosa pusisi dengan Bahasa Dayak Kuna) disebut Hiyang Lengan (atau gerak mulut ucapan, disertai gerak tangan).

Bahasa ini disebut bahasa Nyiang Lengan dalam suku Dayak "bahasa Janyawai " Pangunraun" (bahasa mistik). Pada level ini disebut "Tumet Leut Maanyan (penggabungan narasi manusia, non manusia, kepergian jiwa dari raga), akan menghasilkan disebut pelemburan horizon waktu, dan ruang. Dan persis seperti itulah manusia ada dalam wilayah abu-abu, atau disebut "Wadian Rapui", selanjutnya melakukan "itumang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun