Saya sebagai murid beliau selama masa studi memiliki transformasi diri pada contoh dan tauladan yang bisa dihayati tentang bagaimana cara memahami hakekat kehidupan. Meskipun dalam waktu yang sangat terbatas dan kesibukan beliau, masih sempat dan sanggup membagikan bagimana menyusun logika dan struktur ilmu yang memenuhi tatanan rigoritas.Â
Selama pembimbingan saya disamping memperoleh ilmu logika, beliau selalu berceritra seperti gaya "Sinden Jawi Kuna" tentang perjuangan hidup tidak boleh ada kata patah semangat.Â
Tak terhitung selama pendidikan saya berkali-kali saya datang ke rumah Prof. Dr Koesbandijah di Jalan Brantas 3, Bandung. Maka jam 04.30 atau pukul 05.00 pagi beliau sudah siap melayani mahasiwanya, dan sudah ada antri beberapa orang di rumah beliau, atau jam 18.30 malam sampai jam 21.30 beliau masih bersedia menemui saya, maupun mahasiswa lainnya.Â
Tanpa ada ekspresi muka lelah, atau nada kesal melayani kami, hanya saja dalam kelembuhan beliau selalu ada pertanyaan yang tidak bisa di antisipasi dan melampaui apa yang saya tuliskan. Sebuah simbol makna sikap mendidik murid dengan guru atau tradisi Jawa Kuna pada Papan, Empan, Andepan. Â Beliaulah yang mengajarin saya tentang prinsip tindakan paling berharga yakni "Sandiko Dawuh".
Atau mengajarkan tatanan hidup. saya dan mahasiswa lain tidak pernah terdengar kata-kata dengan nada marah, kasar, atau kecewa sekalipun kami mahasiswa belum paham, beliau selalu datar saja, atau mahasiswa lama menghilang tidak bimbingan, beliau selalu menasehati, memberikan inspirasi ketekunan atau kesabaran hati (sabar nrimo Jawi) dan tidak segan-segan memberikan apa saja yang bisa beliau bantu. Sebuah contoh RA Kartini yang melakukan transformasi pada Prof. Dr Koesbandijah.
Pesan beliau masih saya ingat dan beberapa tahun kemudian baru saya pahami sama dengan isi pada teks wedha (Ajaran), tama (keutamaan/utama) atau isi  Pupuh IV: Gambuh dalam serat Widyatama kemudian menjadi nama Universitas Widyatama pada pupuh ayat 2: bahwa manusia berkeutamaan (serat Widyatama) adalah manusia yang mampu memproses dirinya menjadi manusia memiliki jiwa rasional yang tegak pada:Â
(a) sembah raga (kemampuan badan duduk belajar, dan menulis), (b) sembah cipto (kemampuan mengolah cara berpikir logika deduksi induksi), (c) sembah jiwa (kemampuan internalisasi pembatinan ilmu menghasilkan intelligible world), dan (4) sembah roso (kemampuan mencari menemukan pengalaman mistik) atau "manunggal" dengan Tuhan Yang Maha Esa.Â
Hanya melalui cara ini memungkikan manusia cerdas dan berbudi luhur. Prof. Dr Koesbandijah selalu menjadi contoh terbaik dalam dunia pendidikan yang pernah saya jumpai, dan mungkin ada ribuan mahasiswa lainnya sehingga bisa membentuk jati diri manusia pada akal budi-nya.Â
Menurut saya Prof. Dr Koes adalah contoh reinkarnasi jiwa perjuangan RA Kartini, dan jiwa wanita Indonesia yang melampaui.***)