Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money

Kritik pada Bidang Akuntansi dan Audit

20 Februari 2018   23:18 Diperbarui: 21 Februari 2018   01:18 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kritik Pada Bidang Akuntansi, Dan Audit

Pengertian ilmu selalu didasarkan pada empat (4) konstruksi yakni pemikiran filsafat pada era (a) Ancient Philosophy [Greek, Hellenistic and Roman Philosophy], (b) Medieval Philosophy [Patristic and Scholastic Philosophy], (c) Modern Philosophy, (d) Contemporary Philosophy [20th Century--Postmodernism]. Bagaimana menggunakan pemikiran  4 fase ini dalam bidang akuntansi, dan audit.

Problem Umum, adalah skandal-skandal kecurangan bidang auditing dan akuntansi menyebabkan kerugian jutan dolar bagi investor karena merosotnya  harga saham  perusahaan-perusahaan publik. KAP sang pemenang (sang Tuan) adalah Kantor Akuntan Besar, pada kekuasaan merekalah praktik akuntansi dan audit dikendalikan. Misalnya  (1)  Big 8 (1970-an sampai 1989), Arthur Andersen,  Arthur Young & Company,  Coopers & Lybrand, Ernst & Whinney (dahulu Ernst & Ernst), Haskins & Sells (bergabung dengan sebuah kantor dari Eropa yang pada akhirnya menjadi Deloitte, Haskins and Sells), terbentuk karena bergabungnya Peat Marwick International dan KMG Group), Price Waterhouse, Touche Ross, (2) Big 6 (1989 - 1998), tahun pada saat Ernst dan Whinney bergabung dengan Arthur Young membentuk "Ernst & Young"  di bulan Juni dan Deloitte, Haskins and Sells bergabung dengan Touche Ross membentuk Deloitte & Touche di bulan Agustus (3) The_Big_Four_auditors" Big 5 (1998-2002), The Big 6 berubah menjadi the Big 5 di Juli 1998  pada saat Price Waterhouse bergabung dengan Coopers & Lybrand membentuk Pricewaterhouse Coopers, (4) Big 4 (mulai 2002- sampai sekarang). Saya tidak mau menjelaskan kondisi skandal kecurangan pragmatism ilmu akuntansi, dan audit di Indonesia, karena kita sangat mudah menemukan pada google dan hasil nya sangat banyak.

Berdasarkan road maap penelitian pada saya membagi dalam empat periode (a) periode tahun 2003-2008 yaitu pembuktian kelemahan episteme akuntansi, dan auditing, dengan pendekatan filsafat analitik dan posmodernisme, (b) periode tahun 2008-2022 pembuatan dekonstruksi dan rekonstruksi ilmu untuk keunggulan bangsa Indonesia, termasuk validasi episteme, (c)  periode tahun 2023-2033 yakni pembuatan magistarium dalam pendidikan akuntansi, (d) periode tahun 2033-2045 melakukan publikasi internasional paradigm hasil riset.

Penelitian saya tahun 2008 menyimpulkan episteme akuntansi, dan audit  adalah belum sampai pada tahap pendasaran jiwa rasional. Karena itu akuntansi, dan audit dievalasi kembali pada ontologismi, dan tatanan episteme. Akuntansi tidak mungkin  bebas dari kesalahan secara ontologism kesalahan tersebut berasal dari dalam diri manusia itu sendiri  (knower), terhadap objek (known) yang diketahui. Dalam episteme disebut skeptisisme yakni meragukan kemampuan diri (subjek) dengan data indrawi dan asosiasinya hanya bersifat persepsi intelektual dan ide bawan. 

Episteme  akuntansi geraknya dari pikiran ke tulisan, dan audit geraknya sebalinya memperlihatkan belum ada harmonisasi dalam paradigma. Kemudian tahun 2009 kesimpulan penelitian adalah diperlukan paradigm posmodernisme akuntansi menunda kebenaran akibat terjadinya eliminasi dominasi narasi besar US GAAP ataupun IFRS. Dengan mengamati praktik akuntansi di Amerika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan perusahaan akibat permainan angka akuntansi (financial numbers game) sampai terjadi skandal korporasi yang berdampak pada kepailitan. 

Tentu saja penundaan ini sambil disusun episteme baru yang menata pada jiwa rasional manusia, dengan mengacu pada fakultas akal budi, kodrat manusia mencintai kebenaran, keadilan, dan keindahan. Maka pada tahun 2010 penelitian saya melakukan falsifikasi (antithesis) episteme dengan mengacu pada pemikiran: (1) Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844 --1900), (2) Karl Raimund Popper (1902--1994), (3) Thomas Samuel Kuhn (1922-1996), (4) Martin Heidegger (1889--1976), (5) Hans Georg Gadamer (1900-2002), (6)  Jacques Derrida (1930-2004), (7) Michel Foucault (1926--1984), (8) Richard McKay Rorty (1931--2007), (9) Jean-Paul Charles Aymard Sartre.

Kesimpulan penelitiannya terdapat anomali atau tegangan pada episteme khususnya tatanan rasio instrumental bidang audit  akuntansi yang diterapkan praktik selama ini. Dengan demikian cukup alasan memadai untuk rekonstruksi episteme, atau menggeser paradigma. Hasil penelitian ini, bila dihubungkan dengan situasi  banyaknya skandal akuntansi auditing  maka  saya menterjemah akuntansi yang dijalankan selama ini harus dilakukan rekonstruksi atau dekonstruksi episteme melalui "menunda kebenaran akuntansi" (accountancy theory postphones the truth). Atau dengan kata lain ada ketidakcukupan daya repleksi diri (kontemplasi) yang memadai. Episteme  posmodernisme akuntansi menunda kebenaran (atau adanya tegangan belum terdamaikan antara eliminasi dominasi narasi penyusunan teks laporan keuangan). Aristotle menyatakan kebenaran tidak bisa di voting. Karena itu perlu pengembangan "episteme akuntansi audit menunda sintesis-analisis kebenaran".

Dengan dasar: "saya percaya pada makna simbol tertunda, saya tak percaya pada makna yang niscaya". Proposisi saya namakan akuntansi sebagai proses alienasi diri atau relasi hubungan  tuan-budak (dalam perspektif  akuntansi dan auditing sebagai bentuk monopoli kebenaran". Pada tahun 2010 hasil penelitian menemukan episteme akuntansi, dan audit terdapat: (1) The condition present phenomena monopoly truth, and others concept un-validity or wrong theory, (2) episteme akuntansi dan audit belum maksimal menggunakan transformasi epistime dengan meminjam pemikiran Platon, Aristotle, Cartesian, Kantian, dan Hegelian, tetapi episteme lebih dominan pada kekuasaan reproduksi uang, (3) belum ada epistime tafsir klien misalnya mengadopsi hermenutika Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Betti, Ricoeur, Bultmann, (4) belum ada episteme khusus cara memahami tanda-tanda atau pencirian pemahaman klien misalnya metode semotika: Pierce, Saussure, Barthes, Jakobson, Hjelmslev, Langer, Ogden and Richards, Mead, Goffman, Cooley, Blumer, (5) episteme demokrasi menjadi penentu cara manusia memahami dan menata dunianya, kebenaran hilang, serta digantikan oleh kebebasan, dan kebenaran otoritas yang menindas (agency theory), (6) daya virtu atau world of wisdom idea belum memadai pada Auditor, Auditing, Auditte.  Karena itu maka Episteme audit, dan akuntansi mengalami anomali, dan paradoks, dan mengalienasi, (7)  episteme akuntansi, dan audit  adalah manusia, karena hanya manusia yang membahas ini, dan bukan di luar manusia. Salah satu bentuk yang monjol adalah naluri untuk dorongan-dorongan spontan tanpa ruang repleksi memadai.

Sebagian besar ringkasan hasil riset sudah saya publikasikan dalam media kompasiana ini. Semoga bermanfaat.***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun