Mohon tunggu...
Maryani Hadiriyanto
Maryani Hadiriyanto Mohon Tunggu... PNS Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Curug Tangerang -

Guru Bahasa dan sastra Indonesia pada Sekolah Menengah di Kab. Tangerang - Pasca Sarjana Bahasa Indonesia - UNINDRA Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pendidikan Karakter Bangsa Sebagai Benteng Moral Bangsa

8 Maret 2013   06:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:08 2261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Maryani Hadiriyanto, S. Pd

Dalam konteks Indonesia sekarang, kita membutuhkan pemimpin yang mampu membawa perubahan. Apa yang menjadi persoalan bangsa itu mengatasi persoalan-persoalan seperti menyalahi kewenangan, KKN, kesenjangan ekonomi, masalah kemiskinan, keadilan umum, serta persoalan yang menyangkut integritas. Seorang pemimpin adalah orang yang bisa membawa aspirasi, mau memahami, serta punya pengalaman dan rekam jejak. Bagaimanapun, kepemimpinan itu yang diperlukan tidak hanya intelektualnya, tetapi juga emosionalnya, disparingin, karakternya. Dan, pemimpin pun adalah simbol, simbol orang, simbol harapan, dan simbol kekuatan.

Kalau secara moral pemimpin itu rapuh, maka dia tidak akan mampu membawa negara ini mencapai tujuan sesuai konstitusi. Kalau ada pemimpin itu bermasalah, harusnya tidak bisa diteruskan memimpin bangsanya, apalagi kita di negara berdasarkan Pancasila, pemimpin harus teruji, baik moral maupun karakternya hingga benar-benar bisa dipercaya. Yang penting, kepemimpinan nasional harus diberi ruang untuk berkembang agar muncul pemimpin potensial bagi negara dan bangsa ini di masa-masa mendatang.

Dalam konteks pendidikan karakter, perlu pendekatan pendidikan holistik, pendidikan manusia seutuhnya seumur hidup, long life education. Ketika pendidikan mementingkan aspek kognitif belaka, akan lahir lulusan yang memiliki personality imbalance (ketimpangan kepribadian). Mahir dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi rapuh dalam moralitas, karakter, integritas, dan relasi sosial. Lemahnya kepribadian yang melahirkan fenomena krisis moral dan tanggung jawab.

Globalisasi membawa manfaat positif, tetapi di sisi lain juga berpotensi mengancam nilai-nilai jati diri bangsa melalui televisi,musik, maupun internet. Saat ini berkembang budaya pragmatisme, materialisme, hedonisme yang membuat orang mencari jalan pintas untuk sukses, tanpa kerja keras, kurangnya tanggung jawab, dan sikap jujur. Muncul paradoks di tengah-tengah masyarakat. Sekitar 3.200 perguruan tinggi setiap tahun mencetak 350.000 sarjana baru dan jumlah warga negara terdidik semakin banyak. Tapi yang menjadi narapidana tidak hanya mereka yang tidak sekolah,tapi juga mereka yang bergelar sarjana,baik itu S-1,S- 2 dan S-3,bahkan profesor juga makin marak melakukan kejahatan kerah putih (white collar crime) akibat dari krisis moral dan mental. Semakin tinggi orang bersekolah seharusnya semakin menghindari diri dari perbuatan- perbuatan tercela.

Mereka yang terjerembab dalam berbagai tindakan tercela seperti; korupsi, kolusi, nepotisme, suap, pemerasan,maupun penyalahgunaan kekuasaan yang lainnya, kebanykan adalah orang-orang terpelajar dan terdidik yang dipercaya oleh masyarakat menjadi pemimpin. Akibatnya, kita berada dalam kondisi masyarakat "low-trust society"di mana rendahnya rasa saling percaya di antara masyarakat, antar institusi, masyarakat dan penyelenggara pemerintahan, akibat dari krisis keteladanan dari para pemimpin.

Kondisi masyarakat yang memprihatinkan itu sebetulnya merupakan cermin dari disorientasi pada tujuan pendidikan di mana lembaga-lembaga pendidikan lebih banyak mengajar, tapi sangat sedikit mendidik. Karena itu, tugas kita ke depan adalah bagaimana memprioritaskan pendidikan karakter sebagai sebuah solusi untuk membangun moral bangsa. Pendidikan yang harus kita kembangkan jangan hanya berkiblat pada keunggulan otak semata, tetapi juga harus dibangun melalui penanaman nilai-nilai jati diri bangsa kita sebagai masyarakat yang berbudaya dan beragama.

Sebagai refleksi bahwa fondasi kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya ke depan harus ditopang oleh kekuatan karakter yang bertumpu pada empat pilar utama yang mesti dibangun secara bersamaan dan tak boleh dipisahkan yaitu;


  1. Keluarga sebagai institusi yang paling penting dalam menanamkan nilai-nilai dasar bagi seorang anak.Semua sistem nilai dibangun di dalam keluarga, termasuk disiplin, keteraturan, kepantasan, kejujuran, sopan santun, solidaritas, kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi, integritas diri, sikap keberimanan, dan seterusnya. Karena itu, perlu keluarga yang harmonis agar lahir anak-anak bangsa yang cerdas.
  2. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertanggung jawab dalam pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, serta nilai-nilai sosial kemasyarakatan.
  3. Tempat ibadah sebagai lembaga pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai moral, kejujuran, tanggung jawab, etika, sopan santun, budi pekerti.
  4. Pemerintah sebagai policymaker pendidikan yang akan bertanggung jawab dalam membuat kebijakan pendidikan yang akan menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter.


Melalui pendekatan inilah, tidak saja bangsa kita akan maju,tetapi yang penting juga pendidikan karakter akan melahirkan benteng moral bangsa yang kuat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun