Sorry gan, mungkin judulnya agak aneh, biasa aja, nggak menarik, atau malah ‘garing’.. hehee. Tapi semoga apa yang tersirat dari yang tersurat ini (ckckck) bisa sampai kepada kita, yaa gan. Kata pepatah, “jangan menilai buku dari sampulnya”, maka dari itu “jangan menilai tulisan dari judulnya” hehe.. yaaa walaupun tulisannya juga nggak bagus amat sih. Ya sudah, Selamat membaca yaa...
Istilah ‘bahasa dewa’ ini saya dapatkan dari seorang dosen di kampus. Beliau pernah memberi nasihat kurang lebih seperti ini: “ketika mengajar nanti, saat menjelaskan kepada siswamu jangan pernah menggunakan bahasa dewamu!”. Awalnya masih menjadi tanda tanya besar bahasa dewa itu yang bagaimana sih? Apa mungkin bahasa dewa itu bahasa yang digunakan para dewa seperti dewa Brahma, dewa Siwa, dewa Wisnu atau bahkan dewa Zeus yang konon menurut bangsa Yunani merupakan raja para dewa. (eiits bukan maksud bahas tentang dewa atau malah cerita Mahabarata yaaa gan.. hehee). Bukan. Bukan itu semua. Lalu bahasa dewa itu yang bagaimana?
Jadi kurang lebih kaya gini lho gan... “Bahasa dewa” di sini bukan berarti bahasanya para dewa.. tapi merupakan bahasa atau kata-kata yang mungkin dibilang cukup tinggi bagi beberapa orang. Hmm.. maksudnya bukan kata-katanya memiliki tinggi sampai sekian kaki. Tapi kata-kata yang kita ucapkan atau bahasa yang kita gunakan itu tidak bisa dipahami oleh yang kita ajak bicara.
Sebagai contoh, akhir bulan lalu saya dan kawan-kawan melakukan observasi di salah satu sekolah dasar. Dengan sengaja saya mendengar beberapa kata-kata yang diucapkan oleh guru yang membuat siswanya cumi alias cucah mingkem.. Hehee. Yaa itulah ekspresi siswa kelas lima SD yang saya perhatikan. “Coba amati kedua teks tersebut dengan detail!” kurang lebih seperti itulah kalimat perintah yang diucapkan oleh guru. Menurut pembaca, kira-kira mana kata yang saya maksud bahasa dewa di kalimat itu? Ya, kata‘detail’. Siswa merasa bingung dengan kata tersebu. Tapi beruntunglah seorang siswa langsung menanyakan maksud dari ucapan gurunya itu. Dan saya yakin tidak sedikit tapi tidak banyak juga “bahasa dewa” yang diucapkan guru saat pembelajaran. Lain halnya saat guru tersebut menegur siswanya yang sedang asyik melamun saat pelajaran berlangsung dengan kalimat seperti ini: “Hey coy, ulah ngalamun!” seolah guru menggunakan bahasa yang kurang baik dengan mengucap kata ‘coy’ kepada siswa, tapi menurut saya itu merupakanbahasa yang biasa digunakan oleh kebanyakan anak-anak, juga merupakan cara jitu guru untuk mengendalikan kondisi siswa maupun kelas yang sedang tidak kondusif.
Ngomong-ngomong soal bahasa, kalau kata buku yang saya baca nih yaa bahasa merupakan salah satu kemampuan terpenting manusia yang memungkinkan ia unggul atas makhluk-makhluk lain di muka bumi (Abdurrahman, 2009: 182).
Keunggulan berbahasa yang kita milikibukan berarti digunakan untuk membuat teman bicara (bukan lawan bicara yaa..hehe) kita malah menjadi kebingungan dan tidak paham dengan apa yang kita ucapkan. Keunggulan bahasa kita terletak pada bagaimana kita bisa menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh teman bicara kita. Sesuai hadits Rasulullah SAW “Khatibunnasi ‘ala qadri uqulihim” yang artinya “Bicaralah kamu sekalian sesuai kadar akal/pikiran mereka”.
Jadi, “Jangan gunakan bahasa dewamu!” bukan hanya ditujukan untuk pendidik saja, tapi juga bagi setiap orang. Bukan hanya dengan siswa atau anak-anak saja kita tidak menggunakan bahasa dewa kita, tapi dengan setiap orang yang kita ajak bicara. Gunakanlah bahasa yang mudah dipahami dan sudah sebaiknya dibarengi dengan bahasa yang sopan, yang kata-kata kita itu ‘sejuk’ didengar teman bicara kita.
Mungkin CSD alias cukup sampai di sini yang bisa saya tulis, mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih.
By. Arizal Hidayat (1203350)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI