Mohon tunggu...
Baharudin Pitajaly
Baharudin Pitajaly Mohon Tunggu... -

penikmat Kopi, peminat ikan Kakap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasifik Selatan dan Konsolidasi Kekuatan Berbasis Etno-Linguis

21 September 2016   13:10 Diperbarui: 21 September 2016   13:21 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber photo : mediaindonesia.com

(Mengatifkan kembali ikatan masa lalu lewat Simbol “Kultural dan Historis”)

Sejauh ini memang belum di jadikan sebagai fokus kajian, maupun penerapan strategi deplomatik yang di bangun dan secara intens oleh Indonesia atas kawasan di Pasifik Selatan dalam perspektif Geo-politik. Dulu Pasifik Selatan memang hanya di jadikan sebagai rute destinasi pariwisata karena keidahan alamnya yang memukau, oleh negara-negara maju seperti Amerika mapun Eropa barat yang kerap mengunjungi wilayah Oceania*.

Seperti yang di gambarkan oleh seniman Paul Gaugins, maupun antropologis Margaret Mead (Singh 1978, 367) wilayah pasifik selatan atau juga di sebut Oceania ini sangat tepat sebagai tempat berlibur karena keindahan alamnya dan terkenal memiliki predikat 4S, sun, sand, sea, surf. Namun karena letak posisinya kawasan ini tidak semata di jadikan sebagai surga pariwisata, kawasan ini juga memili arti strategis dalam percaturan politik internasional.

Antara lain karena secara sederhana kawasan Pasifik Selatan merupakan kelanjutan dari Pasifik Utara. Keith Suter (1982, 58). Menyatakan Pasifik Selatan bagian tak terpisahkan dari Pasifik Utara, jika terjadi konforontasi militer di utara yang mengarah perang konvensonal, konforontasi tersebut memungkinankan perembetan keselatan.

Letak geografis pasifik selatan tepat berada di tengah hamparan samudra pasifik atau laut teduh, kata (Teduh) merupakan salah satu circumstance evidence yang tertinggal dalam tahapan kejayaan Nusantara masa lalu. Terminologi Laut Teduh ini sering di gunakan dulu untuk menggambarkan situasi laut yang tenang dan adem di kawasan tersebut.

Sementara sebutan pasifik sendiri dari kata Pasifico adalah bahasa Spenyol yang berarti “Tenang” konon yang pertama menggunakan sebutan tersebut adalah penjelajah Fernando De Magelhaens dari Portugis. Kawasan Pasifik Selatan yang di dalamnya terdapat beberapa negara dan teritori yang terbagi dalam tiga gugus kepulauan utama. Yaitu Melanesia, Micronesia, dan Polynesia. Ini bukan nama negara lebih tepat di sebut ras, atau sebuah wilayah budaya dan kelompok etnografi.

Wilayah budaya adalah istilah yang sering di gunakan para ahli Antropolog untuk menunjukkan sebuah kawasan geografis yang penduduknya memiliki karakteristik serupa, walaupun ada banyak ketidak samaan dan itu bisa di jadikan indikator untuk pembedaan atas masyarakat yang mendiami kawasan tersebut.

Ras Melanesia Sebagai Potensi

Khususnya gugusan kepulauan yang di diami Ras Melanesia (PAPUA, Maluku, Maluku Utara, dan Kawasan kepulauan Pasifik selatan lainya) penting di lihat sebagai kesatuan etno-linguis, historis, dan kultur masalalu. yang pernah terbangun namun hilang terkikis waktu ini lah potensi, kini issu yang sering muncul seperti kecendrungan Etno--Politik Ras lebih di sebabkan oleh faktor Asing.

Dalam kasus Papua mislkan starting awalnya di pakai lah issu pelanggaran Ham berat dengan pendekatan Miletristik Orba di masa Suharto atas perlakuan kekerasan dan bahkan pembunuhan yang di alami masyarakat PAPUA, issu ini kemudian di endors berlahan namun pasti oleh kelompok-kelompok NG`O yang berkepentingan hingga mata internasional pun tergoda.

Dan tanpa di sadari Issu ini di tunggangi kembali oleh AS dan sekutunya yang telah ikut bermain di air keruh guna mengontrol penguasaian SDA yang begitu melimpah di PAPUA, Termasuk yang di perankan oleh Freeport. Namun di lain sisi memberi pembenaran kepada dunia Internasional bahwa telah terjadi pelanggaran Ham berat di PAPUA, kelihaian AS dalam bermain di air keruh atas situasi PAPUA dan lemahnya negara dalam mengontrol teritori berdampak pada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun