Mohon tunggu...
Bagus Widya Prasetya
Bagus Widya Prasetya Mohon Tunggu... Sarjana Hukum

Senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ketika Gosip Artis Lebih Menarik daripada Harga Cabai : Potret Apatisme Digital Kita

7 Juni 2025   05:18 Diperbarui: 7 Juni 2025   05:33 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gosip Merajalela, Sumber : AI

Gosip Rumah Tangga Selebriti: Hiburan atau Pelampiasan Kolektif?

Belum selesai satu pasangan artis cerai, muncul kembali yang lainnya. Media sosial selalu ramai membahas urusan rumah tangga orang lain, mulai dari KDRT hingga perselingkuhan, yang alih-alih dibahas secara bijak, justru digunakan untuk memojokkan laki-laki atau perempuan dengan komentar seperti, "Cowok ya pasti begitu," atau "Cewek itu memang nggak cukup satu," dan ucapan-ucapan lain yang tidak berdasar data apa pun.

Ketika Isu Strategis Tenggelam di Tengah Sorotan Drama

Hal seperti ini sah-sah saja diperbincangkan, namun di sisi lain, ada hal-hal yang justru dikesampingkan: harga cabai yang terus naik, saham Indonesia yang anjlok, serta berbagai aspek ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang tampaknya sedang tidak baik-baik saja. Beberapa minggu lalu, perang dagang antara Amerika dan China memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian dunia  belum lagi negosiasi yang gagal antara Indonesia dan Amerika.

Pelarian Emosional dan Ilusi Kelegaan dalam Konsumsi Gosip

Ironisnya, orang-orang justru lebih tertarik pada hal-hal yang nyentrik, seperti klarifikasi artis hingga podcast eksklusif, sementara berita soal pendidikan dan ekonomi hanya lalu-lalang seperti pop-up iklan yang langsung di-skip. Mengapa hal demikian terjadi? Apakah karena masyarakat kita sudah benar-benar tidak peduli dengan pemerintah yang "begitu-begitu saja"? Ataukah kita yang mencari pelarian instan dengan mengurusi dapur orang?

Jawabannya mungkin tidak sesederhana "karena hiburan lebih menyenangkan." Kehidupan yang melelahkan membuat kita cenderung suka berilusi  menyimak keretakan rumah tangga orang lain terkadang membuat kita merasa bahwa hidup kita tidak seburuk itu. Bukan berarti tidak boleh tahu soal dunia hiburan, tapi jika gosip-gosip tersebut lama-kelamaan menjadi candu, kita bisa tak sadar bahwa banyak energi kolektif yang habis untuk hal-hal yang sebenarnya tidak berdampak langsung terhadap hidup kita.

Algoritma yang Mengabdi pada Clickbait dan Sensasi

Isu sosial dan ekonomi di Indonesia memang tidak ada habisnya. Pemerintah yang kerap membuat kebijakan nyeleneh sering kali membuat masyarakat muak. Mungkin inilah yang membuat banyak orang jadi apatis terhadap keadaan sosial ekonomi negeri ini. Berbeda dengan gosip-gosip artis yang selalu menyajikan babak baru  makin kita mengikuti, makin kita bisa menebak "plot twist" dari dramanya. Hal semacam ini justru membentuk algoritma media sosial: media yang menyajikan berita-berita panas selalu ramai diklik, sehingga konten teratas terus didominasi oleh kabar perceraian atau perselingkuhan selebritas.

Scroll Tanpa Henti: Ketika Dunia Nyata Hanya Jadi Latar

Ditambah lagi dengan sifat dasar manusia  terutama yang memiliki popularitas tinggi  yang senang diperhatikan, dibela, dan takut citranya berubah akibat opini publik. Maka, tak heran jika mereka gemar membagikan masalah pribadinya ke publik demi simpati atau dukungan.

Media yang membawa isu-isu panas memang selalu menarik perhatian, apalagi di tengah kebiasaan kita yang menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk scroll layar. Aplikasi media sosial yang memuat video pendek pun kini digandrungi oleh generasi muda, terutama Gen Z. TikTok, misalnya, menjadi salah satu faktor pendorong terbesar. Dilansir dari CNBC Indonesia, warga Indonesia termasuk pengguna TikTok terbanyak di dunia. Video pendek yang dikemas dengan gambar dan judul clickbait membuat pengguna betah menonton, sehingga konten mereka mudah viral dan menguntungkan secara finansial.

Hal ini lalu menjadi siklus algoritma yang terus berulang. Media semakin berlomba-lomba menyajikan konten viral, alih-alih konten yang bermanfaat seperti isu sosial dan ekonomi, yang kerap dianggap "itu-itu saja."

Ketika Otak Terbiasa Ringan, Nalar Berat Jadi Beban

Dampak dari fenomena ini memang tidak langsung terasa, tapi secara perlahan dikhawatirkan akan menjadi bom waktu. Otak kita yang terbiasa mengonsumsi hal-hal ringan dan dangkal akan beradaptasi dengan sendirinya. Konten atau berita penting akan terasa berat dan membosankan karena menuntut nalar. Ini menyebabkan menurunnya kepedulian terhadap sekitar dan meningkatnya sikap apatis dalam diri seseorang. Partisipasi kritis terhadap kebijakan pemerintah juga akan semakin menurun. Sikap kritis dan skeptis yang seharusnya dijaga agar kita tidak mudah dibodohi justru semakin luntur. Bukan tidak mungkin, kebiasaan ini menjadi alat efektif untuk pengalihan isu yang dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan.

Menuju Media Sosial yang Lebih Sehat: Pilihan Ada di Tangan Kita

Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai pengguna media sosial untuk lebih selektif dalam memilih konten dan berita yang kita konsumsi. Kita perlu bisa membedakan mana informasi yang benar-benar penting dan layak diketahui, dibandingkan sekadar mengikuti apa yang sedang ramai dibicarakan. Di era digital seperti sekarang, media sosial memegang peran besar dalam membentuk cara pandang dan pola pikir masyarakat dari hal sepele hingga keputusan besar dalam hidup. Penggunaan media sosial yang bijak akan mencerminkan masyarakat yang cerdas pula. Ketika kita terbiasa memilih dan menyebarkan informasi yang berkualitas, algoritma pun akan terbentuk untuk mendukung ekosistem yang sehat. Mari bersama-sama membangun kebiasaan bermedia sosial yang lebih sadar, kritis, dan bertanggung jawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun