Mohon tunggu...
Bagus Suminar
Bagus Suminar Mohon Tunggu... Wakil Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, Dosen UHW Perbanas Surabaya dan Pemerhati SPMI Perguruan Tinggi

Ayah dgn 2 anak dan 1 cucu, memiliki hobi menciptakan lagu anak dan pemerhati manajemen mutu pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Checklist vs. Cermin: Mengembalikan Ruh Reflektif dalam Sistem Mutu

14 April 2025   06:00 Diperbarui: 13 April 2025   21:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam suasana seperti ini, mutu kehilangan maknanya sebagai proses belajar kelembagaan.

Padahal dalam filosofi manajemen mutu yang dikembangkan oleh W. Edwards Deming, kualitas adalah hasil dari proses pembelajaran yang terus-menerus. Bukan kepatuhan terhadap indikator, melainkan kesadaran akan tanggung jawab moral untuk memperbaiki proses. Jika kita terlalu sibuk mengisi checklist, kapan kita sempat berkaca dan bertanya: apa yang sebenarnya bisa kita perbaiki?

Baca juga: SPMI Bukan Hanya Urusan LPM: Saatnya Kebijakan SPMI Dibaca Semua Civitas Akademika!

Saatnya Menjadi Cermin

Sistem mutu ideal bukan yang membuat semua kampus terlihat seragam, tetapi yang membantu masing-masing kampus menemukan dirinya sendiri. 

Dalam hal ini, PPEPP bisa tetap digunakan, tetapi bukan sebagai kerangka wajib. Biarkan kampus memilih kerangka refleksi yang paling sesuai: PDCA, POLC, siklus evaluasi lokal, atau pendekatan berbasis nilai-nilai institusional. Pemerintah cukup memberi prinsip dasar dan tolok ukur hasil. Cara mencapainya, serahkan pada kreativitas dan kebijaksanaan masing-masing institusi.

Rekomendasi semacam ini bukan berarti menolak akuntabilitas. Sebaliknya, justru inilah bentuk tanggung jawab sejati. Karena akuntabilitas terbaik lahir bukan dari pengawasan, melainkan dari rasa memiliki. Dan rasa memiliki hanya tumbuh jika kampus diberi ruang untuk menjadi subyek dalam membangun mutunya sendiri.

Baca juga: Mission Differentiation: Rahasia Kampus Kecil Bisa Unggul di Tengah Kompetisi Nasional

Penutup

Saat ini, kita mungkin sedang berdiri di persimpangan: antara terus melanjutkan sistem mutu yang rapi di atas kertas, atau mulai membangun sistem yang sungguh hidup di dalam praktik. Antara mengejar kesempurnaan dokumen, atau mendorong keberanian untuk bertanya dan memperbaiki. Jika kita memilih yang kedua, maka kita harus mulai memperlakukan mutu bukan sebagai checklist, tetapi sebagai cermin. Tempat kita berkaca, mengevaluasi diri, dan bertumbuh.

Karena pada akhirnya, mutu sejati bukan soal seberapa lengkap laporan yang kita buat. Tapi seberapa jujur kita melihat diri sendiri, dan seberapa berani kita mengubahnya. Stay Relevant!


Referensi

  • Deming, W. E. (1986). Out of the crisis. MIT Press.
  • Denhardt, J. V., & Denhardt, R. B. (2007). The new public service: Serving, not steering. M.E. Sharpe.
  • Goetsch, D. L., & Davis, S. B. (2014). Quality management for organizational excellence: Introduction to total quality (7th ed.). Pearson Education.
  • Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  • Ministry of Education Singapore. (2006). QAFU: Quality Assurance Framework for Universities.
  • OpenAI. (2025). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  • Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  • Quality Assurance Agency for Higher Education (QAA UK). (2022). UK Quality Code for Higher Education.
  • Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  • Yukl, G. A. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun