Mungkin kita pernah merasakan mual, tetapi tidak ada makanan yang dikeluarkan/dimuntahkan. Hal tersebut biasa dikenal sebagai Dispepsia. Dispepsia, juga dikenal sebagai sindrom terasa mual, adalah keluhan yang melibatkan ketidaknyamanan atau rasa tidak enak di daerah perut bagian atas. Ini bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan kumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Menurut studi yang telah dilakukan, kasus dispepsia di dunia mencapai angka 13-40% dari total populasi dalam setiap Negara. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat, dan Oseania, prevalensi dispepsia sangat bervariasi antara 5-43 %. Di Indonesia sendiri, Prevalensi dispepsia mencapai 40-50%. Pada kisaran usia 40 tahun, diperkirakan ditemukan kasus dispepsia sebesar 10 juta jiwa atau 6,5% dari total populasi penduduk. Pada tahun 2020, diperkirakan angka kejadian dispepsia terjadi lonjakan dari 10 juta jiwa menjadi 28 jiwa, yakni setara dengan 11,3% dari keseluruhan penduduk di Indonesia.
Gejala yang sering terkait dengan dispepsia meliputi nyeri atau sensasi terbakar di perut bagian atas, rasa kembung, mual, muntah, cepat kenyang, serta rasa penuh atau terdistensi setelah makan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan dispepsia, termasuk ulkus peptikum (tukak lambung atau duodenum), infeksi bakteri Helicobacter pylori, gangguan fungsional pada saluran pencernaan seperti sindrom iritasi usus atau GERD (gastroesophageal reflux disease), stres, konsumsi obat-obatan tertentu, dan gangguan psikologis seperti kecemasan atau depresi.
Selain itu, terdapat beberapa makanan yang diketahui dapat memperburuk gejala dispepsia, yakni:
1. Makanan berlemak tinggi
Makanan yang tinggi lemak, terutama lemak jenuh, dapat memperlambat proses pencernaan dan memicu gejala dispepsia. Contoh makanan berlemak tinggi termasuk daging berlemak, produk susu berlemak, makanan cepat saji, gorengan, dan makanan olahan yang mengandung banyak minyak atau mentega.
2. Makanan pedas
Makanan pedas atau makanan yang mengandung banyak rempah pedas dapat merangsang produksi asam lambung dan memperburuk gejala dispepsia seperti sensasi terbakar pada perut bagian atas.
3. Makanan asam
Makanan yang asam atau asam sitrat seperti jeruk, tomat, saus tomat, anggur, atau minuman berkarbonasi tinggi dapat menyebabkan peningkatan produksi asam lambung dan memicu gejala dispepsia.
4. Minuman berkafein
Minuman yang mengandung kafein seperti kopi, teh, dan minuman energi dapat memicu relaksasi katup antara lambung dan kerongkongan (LES) dan meningkatkan produksi asam lambung, yang dapat memperburuk gejala dispepsia.
5. Minuman beralkohol
Konsumsi alkohol dapat merangsang produksi asam lambung dan menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, memperburuk gejala dispepsia.
6. Makanan yang mengandung gas
Makanan yang menghasilkan gas dalam saluran pencernaan, seperti kacang-kacangan, brokoli, kol, bawang, kembang kol, dan minuman berkarbonasi, dapat menyebabkan kembung dan gejala dispepsia lainnya.
Diagnosa dispepsia didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan serangkaian tes yang dapat meliputi tes darah, tes urea napas, endoskopi, tes pencernaan, atau tes fungsi motilitas gastrointestinal. Pengobatan dispepsia tergantung pada penyebabnya. Dokter juga dapat meresepkan obat untuk mengurangi produksi asam lambung, meningkatkan motilitas saluran pencernaan, atau mengatasi infeksi H. pylori jika ada.
Terdapat beberapa obat yang sering digunakan untuk mengurangi keluhan dispepsia, yakni:
1. Antasida
Obat antasida membantu mengurangi keasaman lambung dan meredakan sensasi terbakar atau nyeri pada perut bagian atas. Contoh antasida yang umum adalah aluminium hidroksida, magnesium hidroksida, atau kombinasi keduanya.
2. Penghambat pompa proton (PPI)
Obat PPI mengurangi produksi asam lambung secara efektif. Mereka dapat membantu meredakan gejala dispepsia yang terkait dengan kelebihan asam lambung. Beberapa contoh obat PPI meliputi omeprazole, lansoprazole, atau esomeprazol.
3. Obat penurun asam (H2 blocker)
Obat H2 blocker mengurangi produksi asam lambung dengan menghambat aksi histamin pada sel-sel lambung. Mereka bisa membantu meredakan gejala dispepsia. Contoh obat H2 blocker termasuk ranitidin, famotidin, atau cimetidin.
4. Prokinetik
Obat prokinetik digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran pencernaan, membantu mengatasi gejala seperti perut terasa penuh, kembung, atau lambung kosong yang lambat. Contoh obat prokinetik meliputi metoklopramid atau domperidon.
5. Antibiotik
Jika dispepsia disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori, yang merupakan penyebab umum tukak lambung, dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk menghilangkan infeksi tersebut.
Dispepsia memang bukanlah suatu penyakit yang tergolong berbahaya. Namun, jika dispepsia dibiarkan tanpa diagnosis atau pengobatan yang tepat, beberapa kemungkinan dapat terjadi, seperti:
1. Penyakit yang mendasari memburuk
Dispepsia bisa menjadi gejala dari kondisi medis yang lebih serius seperti tukak lambung, kanker lambung, atau penyakit hati. Jika penyakit ini tidak diobati, mereka dapat memburuk dan mengakibatkan komplikasi serius.
2. Perdarahan gastrointestinal
Jika dispepsia disebabkan oleh tukak lambung yang tidak diobati, tukak tersebut dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Perdarahan yang berat dapat mengakibatkan anemia, kehilangan darah yang signifikan, dan bahkan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat.
3. Penurunan berat badan
Jika dispepsia menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan tanpa alasan yang jelas, hal ini dapat menjadi tanda adanya masalah serius seperti kanker lambung atau penyakit hati yang mempengaruhi fungsi pencernaan.
4. Gangguan nutrisi dan kekurangan nutrisi
Jika dispepsia mengganggu kemampuan seseorang untuk makan dan mencerna makanan dengan baik, dapat terjadi gangguan nutrisi dan kekurangan nutrisi yang penting. Ini dapat mengakibatkan penurunan berat badan, kelemahan, kekurangan zat gizi seperti zat besi, vitamin B12, atau asam folat, serta dampak negatif pada kesehatan secara keseluruhan.
5. Gangguan psikologis
Dispepsia yang tidak diobati dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang lebih besar. Kondisi ini dapat memengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan mental seseorang.
Sesuai peribahasa, yakni mencegah lebih baik daripada mengobati. Maka terdapat beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko dispepsia, meliputi :
1. Makan dengan porsi kecil dan sering
Mengonsumsi makanan dalam porsi yang lebih kecil dan lebih sering dapat membantu meringankan beban pada sistem pencernaan. Cobalah untuk menghindari makan berlebihan yang dapat memicu gejala dispepsia.
2. Hindari makan terlalu cepat
Mengunyah makanan secara perlahan dan dengan seksama dapat membantu pencernaan awal sejak mulut. Hindari makan terburu-buru atau makan sambil berbicara yang dapat menyebabkan penelanan udara berlebih dan memicu kembung.
3. Hindari merokok
Merokok dapat merusak lapisan pelindung perut dan meningkatkan risiko terjadinya dispepsia. Jika Anda merokok, pertimbangkan untuk berhenti merokok atau mencari dukungan untuk berhenti merokok.
4. Kelola stres
Stres dapat mempengaruhi keseimbangan lambung dan meningkatkan risiko dispepsia. Cari cara untuk mengelola stres, seperti olahraga, meditasi, pernapasan dalam, atau aktivitas relaksasi lainnya. Menjaga gaya hidup seimbang dan menemukan cara untuk mengurangi stres dapat membantu mencegah gejala dispepsia.
5. Hindari makan sebelum tidur
Usahakan untuk tidak makan dalam waktu 2-3 jam sebelum tidur. Memberi waktu bagi sistem pencernaan untuk mencerna makanan sebelum berbaring dapat membantu mencegah gejala dispepsia yang terkait dengan asam lambung yang naik ke kerongkongan.
6. Jaga berat badan yang sehat
Obesitas dapat meningkatkan risiko dispepsia. Jaga berat badan yang sehat dengan pola makan seimbang dan olahraga teratur.
7. Hindari pakaian ketat
Hindari memakai pakaian yang terlalu ketat di sekitar perut dan pinggang, karena dapat memberikan tekanan pada perut dan memicu gejala dispepsia.
8. Hindari makanan pemicu
Perhatikan makanan yang memicu gejala dispepsia pada diri Anda dan coba hindari atau mengurangi konsumsi makanan tersebut. Contoh makanan pemicu dispepsia dapat berbeda untuk setiap individu, seperti makanan berlemak tinggi, makanan pedas, makanan asam, minuman berkafein, atau minuman beralkohol. Mengidentifikasi dan menghindari makanan pemicu ini dapat membantu mencegah gejala dispepsia.
Tentunya, terdapat beberapa kualifikasi makanan yang umumnya dianggap dapat membantu mencegah dispepsia, seperti:
1. Serat makanan
Makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan legum, dapat membantu menjaga pencernaan yang sehat dan mencegah sembelit. Konsumsi serat yang cukup dapat membantu mengurangi risiko dispepsia.
2. Makanan rendah lemak
Makanan tinggi lemak, terutama lemak jenuh, dapat memperlambat pencernaan dan memperburuk gejala dispepsia. Pilihlah makanan rendah lemak seperti daging tanpa lemak, ikan, produk susu rendah lemak, dan pilihan makanan sehat lainnya.
3. Makanan rendah asam
Makanan yang rendah asam, seperti apel, pisang, kentang, atau sayuran non-asam, dapat membantu mengurangi risiko iritasi pada lambung dan mengurangi gejala dispepsia yang terkait dengan kelebihan asam lambung.
4. Jahe
Jahe telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk meredakan masalah pencernaan. Konsumsi jahe segar, teh jahe, atau suplemen jahe dapat membantu meredakan gejala dispepsia seperti mual, muntah, atau perut kembung.
5. Yoghurt probiotik
Yoghurt yang mengandung probiotik, seperti Lactobacillus atau Bifidobacterium, dapat membantu menjaga keseimbangan bakteri sehat dalam saluran pencernaan. Konsumsi yoghurt probiotik dapat membantu mencegah gangguan pencernaan dan meredakan gejala dispepsia.
6. Minyak zaitun
Minyak zaitun, khususnya yang extra virgin, diketahui memiliki sifat anti inflamasi dan melindungi lapisan lambung. Penggunaan minyak zaitun dalam masakan dapat membantu mencegah iritasi lambung dan gejala dispepsia.
7. Teh herbal
Beberapa jenis teh herbal, seperti peppermint atau chamomile, memiliki sifat menenangkan dan dapat membantu meredakan gejala dispepsia seperti kembung atau ketidaknyamanan perut.
Hal-hal yang telah dipaparkan di atas merupakan beberapa poin penting yang perlu diketahui mengenai kondisi dispepsia. Jangan pernah anggap remeh suatu kondisi/penyakit dan selalu periksakan kondisi kesehatan Anda ke dokter secara rutin.
Indonesia Maju
Indonesia Sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H