Mohon tunggu...
Bagas Sanjaya
Bagas Sanjaya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Otak-Atik Unras 212

29 November 2016   01:51 Diperbarui: 29 November 2016   02:02 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa kepentingan politik praktis yang menyatukan umat Islam dalam gerakan 411? Saya sangsi. Alih-alih politik praktis, unras 411 lebih kental nuansa ledakan hasrat. Tidak perlu kajian khusus. Hasyim Muzhadi menyebut, bagi umat Islam ada tiga hal yang tidak boleh disinggung atau direndahkan, yaitu Allah SWT, Rasulullah SAW dan Kitab suci Al-Quran. “Apabila salah satu, apalagi ketiganya disinggung dan direndahkan pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapapun,” terang Hasyim Muzadi ( sumber )

Apa yang disampaikan mantan Ketum PB. Nu ini klop dengan teori Sukarno perihal hasrat perjuangan. Begitu pentingnya hasrat, sehingga Sukarno pernah menyebut “...mananakala perasaan kita meletus, Den Haag akan terbang ke udara. Dengan ini saya menantang Pemerintah Kolonial yang membendung perasaan kita.”

Mustahil aksi 411 atau 212 ke depannya sekadar urusan Pilkada DKI Jakarta. Terlalu murahan isu ini. Bagaimana mungkin ada rombongan yang berduyun-duyun datang dari seantero Nusantara hanya untuk mengurusi Pilkada Jakarta? Apa urusannya orang Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, atau Aceh dan Sumatera Barat dengan Pilkada DKI Jakarta? Sejatinya, kedatangan mereka untuk menuntut keadilan. Hasrat itulah yang menyatukan mereka.

Anti Bhineka?

Pertanyaannya kemudian, apakah hasrat umat Islam untuk menuntut keadilan ini merusak bhineka tunggal ika? Perlu dipahami, hasrat ketuhanan dan hasrat humanisme bukan sesuatu yang terpisah-pisah. Keduanya saling terkait. Jika kita sibak Pembukaan UUD 1945 jelas tertera di sana “Atas berkat Allah Yang Maha Kuasa”.

Meminjam pendapat Yudi Latif, hal ini menggambarkan suatu pengakuan bahwa upaya pencapaian cita-cita kemerdekaan mengandung kewajiban moral yang harus dipikul dan dipertanggungjawaban oleh segenap bangsa di hadapan segenap manusia dan Tuhan Yang Maha Esa.

Kitab suci adalah simbol azas ketuhanan, dan kita tentu sepakat mustahil ada ajaran agama yang mengajarkan penganutnya untuk menista agama lain. Jika hal itu dilakukan patut dipertanyakan kadar keagamaan orang itu.

Perlu pula dicatat bahwa memeluk agama dan beribadah menurut agamanya merupakan hak azasi yang sudah masuk ke dalam pasal Deklarasi Universal HAM. Sehingga, mereka yang menista agama lain patut dinisbatkan sebagai kalangan yang menginjak-injak azas humanisme. Mereka yang justru merupakan kalangan intoleran, yang merusak rantai persatuan dalam perbedaan; falsafah bhineka tunggal ika.

Arkian, menjadi sesuatu yang kocak jika mereka yang menuntut penegakan azas “ketuhanan” dan “humanisme” ini dituding sebagai kalangan anti bhineka.

Teror 212

Permasalahan A Hok amat mudah diatasi. Indonesia sudah memiliki sistem hukum untuk memproses pelaporan penistaan agama. Masalahnya, hal ini tidak disikapi dengan dengan cepat oleh aparat hukum. Akibatnya, muncul rasa tidak percaya rakyat terhadap negara, pemimpin dan penegak hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun