Peneliti: Dr. H. Nur Solikin, S.Ag, M.H
Tujuan Penelitian:
     Penelitian ini berangkat dari kecemasan akademik bahwa selama ini materi pendidikan antikorupsi di Indonesia hanya memuat liputan hukum yang positif.  Selain itu, definisi korupsi dalam materi pendidikan antikorupsi yang ada masih minim yaitu merugikan keuangan negara. Penelitian ini menjawab bagaimana korupsi dalam hukum Islam, materi pendidikan anti korupsi di Indonesia, dan bagaimana konsep integrasi hukum Islam dalam pendidikan anti korupsi di Indonesia.  Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, korupsi dalam syariat Islam termasuk perbuatan yang merusak tatanan kehidupan, dan pelakunya dikategorikan melakukan dosa besar.  Islam memandang korupsi sebagai tindak pidana (jarimah) yang dalam fiqh jinayah termasuk unsur-unsur yang menyebabkan orang lain menderita kerugian.  Bentuk-bentuk korupsi dalam Islam antara lain al-ghulul, al-rishwah, al-ghab, al-khiyanah, al-sariqah, alhirabah, al-max, dan al-ikhtilas. Kedua, pendidikan antikorupsi merupakan upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis.  Materi pendidikan antikorupsi tidak boleh sebatas transfer ilmu (kognitif) tetapi lebih menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral (morality awareness) dalam memerangi (psikomotor) melawan korupsi karena secara substansial bertentangan dengan prinsip keadilan. (al-'is), akuntabilitas (al-Amanah), dan tanggung jawab.
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pola deduktif. Â Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Â Data diambil dari berbagai sumber penulisan ilmiah seperti buku, jurnal, laporan media online, dan website resmi pemerintah.
HASIL DAN DISKUSI
 Arah dan Prinsip Hukum Islam dalam Pendidikan Anti Korupsi
     Pada prinsipnya suatu proses pendidikan tidak akan mencapai target yang ingin dicapai jika tidak memiliki orientasi yang tepat, bahkan dengan pendidikan anti korupsi (Musofiana, 2017).  Untuk memahami arah orientasi pendidikan antikorupsi, seperti dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang dasar, fungsi, dan tujuan, yang menyatakan bahwa: "Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  dari Indonesia."  Sedangkan pasal 3 dikatakan :
Pendidikan nasional mempunyai fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk akhlak serta peradaban bangsa yang luhur dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk menciptakan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, Â cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Mursyid, 2012).
     Bahwa dalam Bab III Pasal 4 disebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan antikorupsi adalah:
 1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.
 2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
 3. Pendidikan diselenggarakan sebagai proses seumur hidup untuk membina dan memberdayakan peserta didik.
 4. Pendidikan diselenggarakan dengan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
 5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi seluruh anggota masyarakat.
 6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen masyarakat melalui partisipasi dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Dari undang-undang tersebut, arah dan orientasi pendidikan antikorupsi tersirat dalam fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan.
Pertama, pendidikan dasar, penyelenggaraan pendidikan antikorupsi harus mengacu pada Pancasila dan UUD 1945 karena kedua landasan tersebut adalah ideologi, falsafah, dan sumber kaidah yang memuat peraturan dan nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara. Â Jika seorang warga negara Indonesia melakukan korupsi, maka dia adalah warga negara Indonesia. Â Karena pada hakekatnya, ketika dia menjalani hidupnya berdasarkan dua prinsip ini, dia tidak bisa berbuat maksiat. Â Perilaku korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan tidak sesuai dengan nilai dan budaya masyarakat Indonesia.
Kedua, fungsi pendidikan anti korupsi. Â Ketika sebuah lembaga dapat menjalankan fungsi tersebut, maka esensi dari proses pendidikan antikorupsi telah terpenuhi, yaitu dalam istilah "membentuk karakter". Â Karakter merupakan hakikat kepribadian peserta didik yang harus dibentuk oleh lembaga pendidikan (Nasir, 2006). Â Jika ini dapat dikembangkan secara memadai, itu akan menjadi fondasi yang kokoh ketika dia mengemban amanah dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.