Mohon tunggu...
P.Herman Baeha
P.Herman Baeha Mohon Tunggu... -

Pemerhati hidup keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aku, Kamu atau Kita

24 Agustus 2015   09:34 Diperbarui: 24 Agustus 2015   09:43 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

 

 

Nama, sekalipun persis sama, tetapi manusianya bisa berbeda. Artinya berbeda baik dari sisi wajah apalagi kelakuannya. Demikian pula ketika ada seseorang yang diberi nama oleh orang tuanya, Tuhan. Orang-orang yang berjumpa dengannya untuk pertama kali terlihat heran dan kaget. Tetapi lama kelamaan akhirnya maklum dan menerima bahwa memang orang tersebut bernama Tuhan. Apa tidak boleh manusia memiliki nama Tuhan?

Selama ini begitu manusia menyebut nama Tuhan, seluruh pikiran dan perhatian kita langsung tertuju kepada Yang Maha Kuasa, Allah Pencipta langit dan bumi. Namun ketika seseorang sudah terbiasa memanggil Tuhan atau barangkali mas Tuhan kepada manusia yang memang bernama Tuhan itu, pikiran dan pengertiannya tertuju sepenuhnya pada manusianya, orang tersebut dan bukan lagi pada Yang Maha Kuasa. Ini berarti bahwa membiasakan diri mendengar, menerima dan bergaul dengan yang tadinya asing, dapat menghadirkan kasih dan damai.

Masyarakat kita Indonesia yang baru saja merayakan HUT kemerdekaan yang ke-70 patut terus bersyukur. Kita masih tetap bertahan sebagai bangsa dalam naungan NKRI. Tidak seperti beberapa bangsa lain di dunia yang rakyatnya berbondong-bondong meninggalkan negaranya dan menjadi pengungsi serta minta suaka di Negara lain. Karena tanah tumpah darahnya dilanda konflik sara yang berkepanjangan. Sekali lagi kita patut bersyukur kepada Tuhan, Semesta alam.

Dalam rangka terus memperkokoh keutuhan sebagai masyarakat pluralis, sebuah buku telah terbit. Dengan judul 5 CINTA 5 SURGA. Bercerita tentang hidup masyarakat Indonesia yang betul-betul saling membutuhkan dan saling menolong. Perbedaan agama atau keyakinan tidak disembunyikan. Bahkan benar-benar diperlihatkan bahwa agama itu harus diberitakan, disiarkan dan didakwahkan. Beriman kepada Tuhan sebuah keharusan, tetapi beragama atau berpindah agama bukan urusan manusia, karena itu tabu untuk dipaksakan.


Hubungan Bram dan Leyla yang saling jatuh cinta sejak mahasiswa, apakah harus berpisah oleh karena agama yang berbeda? Surti, yang menjadi pembantu rumah tangga sejak tamat sekolah dasar, apakah harus terus sebagai pembantu sepanjang hidupnya? Arnold tak bisa menjadi petani sukses tanpa pertolongan pak Haji. Kang Maman tetap pada imannya sekalipun bekerja dan tinggal di gereja dua pertiga dari usia produktifnya. Ini dapat menjadi contoh konkret bahwa agama yang berbeda itu bukan sumber konflik tetapi sesungguhnya yang berlomba-lomba untuk mendatangkan kebaikan.

Buku ini tidak berbicara teori tetapi mengangkat fakta. Dapat diperoleh di toko-toko buku dan harganya sangat terjangkau. Kita berharap agar buku-buku seperti ini dapat terus bermunculan sehingga generasi mendatang menerima warisan wawasan egaliter untuk terus memperkokoh kesatuan dan keutuhan kita sebagai bangsa Indonesia. Aku adalah aku, kamu adalah kamu, tetapi aku dan kamu adalah juga kita. Salam, Merdeka!

 

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun