Mohon tunggu...
ayub badrin
ayub badrin Mohon Tunggu... Penulis - Ayub Badrin seorang jurnalis

Selain menggeluti dunia Teater saya juga aktif di media masa lokal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Hasil Penelitian Mahasiswa Unimed tentang Tradisi Hombo Batu di Nisel

11 Juni 2019   13:37 Diperbarui: 11 Juni 2019   13:54 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


 Hombo Batu (Fahombo)  atau yang lebih dikenal dengan lompat batu di Desa Bawomataluo Nias Selatan (Nisel) ternyata bukan sekedar tradisi namun ditemukan memiliki life history yang belum banyak ditemukan orang.

Hal ini dikatakan Dina Maulina, Selasa (11/6/2019), seorang calon antrpolog  yang ikut dalam kompetesi PKM PSH Universitas Negeri Medan (Unimed) ditingkat nasional yang lolos didanai Kemenristek DIKTI.

"Kita tertarik melakukan penelitian terhadap Desa Bawomataluo itu lantaran di sana ada sebuah tradisi yang unik dan sangat tua yaitu Lompat Batu.  Kita menemukan banyak hal menarik yang bisa kita teliti lebih dalam lagi, " kata Dina.

Dina mengaku melakukan penelitian tersebut ditemani seorang  calon antropolog lainnya yakni Argitha Aricindy dan calon pelatih atletik Widyan Pratama sebagai anggota dan seorang dosen Pendamping yakni Dr.Rosramadhana,M.Si

Masih dikatakan Dina penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik observasi participant, interview in deepth serta dokumentasi.

"Penelitian ini kita lakukan dengan tujuan membongkar life history tradisi hombo batu di Desa Bawomataluo Kabupaten Nias Selatan tersebut, " terang Dina lagi.

dokpri
dokpri
Sementara itu seperti sudah banyak diceritakan, Hombo Batu (Fahombo) merupakan salah satu tradisi lompat batu yang berasal dari desa yang persisnya terletak di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara ini hingga saat ini masih terjaga eksistensinya.

Desa Bawomataluo adalah desa yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia yakni Bukit Matahari. Sebuah desa di atas bukit yang telah ada sejak berabad-abad lalu dan masih terpelihara dengan baik.

Desa Bukit Matahari kata Dina Maulina,  terletak di atas sebuah bukit dengan ketinggian 270 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapai ke desa tersebut harus menaiki tujuh puluh tujuh anak tangga berbahan batu alam yang tersusun rapi.

"Tetapi anak tangga yang sudah termakan usia hingga ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat kokoh dan kuat sekalipun dibangun tanpa campuran semen. Menjulang dengan kemiringan lebih dari 45 derajat," terang Dina.

dokpri
dokpri
Ketika sampai di anak tangga paling atas kata Dina lagi,  maka kita akan melihat pemandangan desa-desa lainnya diantaranya adalah Desa Orahili dan pemandangan Pantai Sorake serta Teluk Lagundri di kejauhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun