Mohon tunggu...
Badiyo
Badiyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger, Content Creator

Seneng baca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sidang MKD dan Sebuah Bangsa yang Beradab

7 Desember 2015   14:19 Diperbarui: 7 Desember 2015   14:45 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini sedang ramai diperbincangkan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran etika ketua dewan, SN. Kasus ini bermula dari pelaporan menteri ESDM, SS kepada Presiden atas dugaan pencatutan nama Presiden oleh Ketua DPR, SN. Dalam rekaman dan transkrip percakapan yang dijadikan alat bukti, SN dianggap mencatut nama presiden untuk meminta “jatah” kepada Direktur PT. Freeport Indonesia, MS.

Persoalan SN bukan sekadar pencatutan nama Presiden, tetapi juga soal apakah etis seorang Ketua Lembaga Legislatif (DPR) membicarakan perpanjangan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia dengan Presiden Direktur BUMN tersebut? Atas dasar pelaporan Menteri ESDM (SS) kepada Presiden dan dengan barang bukti rekaman beserta transkrip percakapan, MKD menyidangkan kasus SN atas dugaan pelanggara etika.

Menurut Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015, tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatn Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Bab I pasal 1 ayat 5, Kode Etik DPR adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap Anggora selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR.

Untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat itulah DPR membentuk Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Hal itu sesuai Pasal 2 ayat 1, Bab II Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015, tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Adapun tugas MKD sesuai peraturan tersebut adalah a. Melakukan pematauan dala rangka fungsi pecegahan terhadap perlau Anggta agar tidak melakukan pelanggaran atas kewajiban Anggota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib dan Kode Etik; b melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota karena (Bab II Pasal 2 ayat 2)

Rencananya hari ini, Senin (7/12/2015), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan memanggil Ketua DPR (SN) untuk disidangkan di depan Yang Mulia Anggota MKD. Sebelumnya MKD telah menanggil dan menyidang Menteri ESDM (SS), hari Kamis (3/12/2015) dan Presiden Direktur PT. Friport Indonesia (MS), hari Jum’at (4/12/2015).


Saat memanggil SS dan MS, persidangan MKD dilakukan terbuka dan ditayangkan secara live oleh beberapa stasiun televisi. Sehingga banyak masyarakat Indonesia yang bisa menyaksikan jalannya persidangan MKD tersebut. Banyak masyarakat yang kecewa bahkan geram begitu mendengar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Yang Mulia. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan kurang relevan dengan materi persidangan. Masyarakat semakin geram ketika menyaksikan persidangan dimana SS sebagai pelapor dan saksi bahkan seolah-olah sebagai terdakwa.

Komentar dan pendapat berbagai kalangan masyarakat bermunculan. Malam hari seusai persidangan SS, para netizen memenuhi media sosial dengan hastag pertanyaan MKD. Komentar di masyarakat dunia nyata tak kalah ramai. “Sebenarnya tanpa disidang pun sudah jelas dan terang benderang bahwa tindakan seperti itu merupakan pelanggaran etik anggota dewan,” kata seorang warga pada sebuah perbincangan.

Persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memang belum selesai dan keputusan belum diambil. Namun mencermati persidangan MKD dan komentar serta pendapat masyarakat, ada dua hal yang bisa menjadi catatan penting.

Pertama sebagai bangsa Indonesia kita merasa prihatin karena masih ada pejabat negara yang mengabaikan etika dalam sikap dan tindakan bahkan saat menjalankan tugas kenegaraan. Seeloknya para pejabat negara itu wajib menjunjung tingi etika baik dalam sikap, tindakan dan tugas-tugasnya. Karena bagaimana pun juga mereka adalah pejabat negara yang setiap tindakannya akan dipantau dan diperhatikan oleh masyarakat. Bahkan seharusnya mereka meberikan contoh yang baik bagi masyarakat.

Kedua, kita patut bersyukur karena masyarakat dan bangsa Indonesia masih menjunjung tinggi etika. Ini adalah modal yang sangat penting untuk menjadi bangsa dan negara yang beradab. Bangsa dan negara yang beradab tidak mungkin terwujud tanpa etika yang dijunjung tinggi oleh warga dan masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun