Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Money

Quo Vadis Bank Syariah?

4 Juni 2017   12:39 Diperbarui: 4 Juni 2017   13:26 1469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional (sumber : OJK)

Pertumbuhan bank syariah nasional selama satu dekade terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.  Bank syariah terbukti kuat menghadapi hempasan badai krismon 1998.  Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Bank syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi nasabah bank-bank syariah.

Saat ini jumlah nasabah bank syariah sudah mencapai 15 juta orang atau separuh dari jumlah penduduk Malaysia (30,33 juta pada 2016).   Jumlah ini sebenarnya termasuk kecil jika mengingat bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta (87 persen beragama Islam). 

Hal miris lainnya, dari sisi ukuran industri dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, sumbangsih bank syariah masih relatif kecil jika dibandingkan dengan industri perbankan dan keuangan umum (konvensional).   Masket share syariah di Indonesia masih dibawah 5 persen.  Sementara itu, nasabah perbankan konvensional mencapai 80 juta orang. Dibandingkan dengan bank konvensional, total nasabah bank syariah baru mencapai 18,75 persen. Meski pertumbuhan nasabah di industri bank syariah rata-rata mencapai kisaran 15-20 persen.   

Dibandingkan negeri tetangga, jumlah nasabah bank syariah di Indonesia memang lebih banyak.  Demikian pula dengan jumlah bank syariah yang ada.   Statistik Perbankan Syariah berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK),  Bank Umum Syariah (12 bank), Unit Usaha Syariah (22 bank), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (124 bank).   

Namun dari segi jumlah dana yang berhasil dihimpun, Indonesia hanya 1/10 dari dana yang berhasil dihimpun bank syariah Malaysia dengan market share mencapai 50 persen.   Tak heran bila kini Malaysia bertengger di peringkat 1 negara dengan aset keuangan syariah terbesar di dunia dengan aset mencapai US$ 323,2 milyar (tahun 2014).    

Mengapa bisa demikian?   Semua tak lepas dari campur tangan pemerintah.   Bank syariah di Indonesia memang banyak, tetapi modal bank-bank tersebut masih kecil.     Menurut data OJK, dari 12 bank umum syariah, terdapat 6 bank syariah yang memiliki modal di bawah Rp 1 triliun. Adapun 6 bank syariah lainnya memiliki modal di antara Rp 1 triiliun sampai Rp 5 triliun, namun belum ada yang modalnya di atas Rp 5 triliun.  

Sedang bank syariah di Malaysia didukung penuh pemerintah.  Di Malaysia ada kebijakan yang mengatur keharusan dana-dana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disimpan di bank syariah   Itu sebabnya meski jumlah nasabah lebih sedikit namun dana yang berhasil dihimpun lebih banyak.   Coba kalau ada kebijakan pemerintah agar BUMN menaruh dana mereka di bank syariah.  

Bayangkan, bila dana BUMN disimpan pada perbankan syariah, maka perbankan akan mempunyai kekuatan untuk membangun infrastruktur perbankan yang kuat.  Kementerian BUMN mencatat total aset 118 perusahaan BUMN sebesar Rp6.325 triliun pada 2016 atau tiga kali lebih besar dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.   Setengah saja asset itu berhasil dihimpun di bank syariah maka bank syariah Indonesia akan menjadi besar dan kuat. 

Dana tersebut juga bisa dijadikan modal untuk peningkatan infratruktur keuangan syariah. Disamping itu, permodalan perbankan syariah yang belum memadai turut menghambat bank-bank syariah dalam membuka kantor cabang, mengembangkan infrastruktur, dan pengembangan segmen layanan.

Langkah Kementerian Agama (Kemenag)  untuk menggandeng sebuah bank syariah nasional perlu diancungi jempol.   Kementerian Agama mengaku dana APBN yang diamanahkan tidak bisa dikelola sendiri.  Butuh kolaborasi dengan perbankan syariah agar pengelolaan dan distribusi APBN sebesar Rp 58 triliun di lingkungan Kemenag terlaksana dengan baik.   Sinergi dengan bank syariah ini juga jadi kontribusi Kemenag bagi perkembangan industri perbankan syariah.  Semoga di masa depan, langkah Kemenag ini bisa diikuti instansi atau lembaga negara lainnya.

Kendala lain, adalah tingkat literasi dan inklusi bank syariah masih rendah. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (INLIK) 2016 yang diumumkan Februari 2017, Indeks literasi (pemahaman) keuangan syariah 8,11 persen dan indeks inklusi (penggunaan jasa) keuangan syariah 11,06 persen.    Lebih rendah jika dikomperasikan dengan indeks literasi keuangan konvensional mencapai 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun