Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Wajah Herodes di Tubuh PSSI, Tragis Bagi PSN Ngada: Kebenaran Akan Mencari Jalannya Sendiri

20 Desember 2019   05:50 Diperbarui: 20 Desember 2019   05:58 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PSN Ngada (Foto: Ekorantt.com)

Mendengar dan membaca kabar PSN Ngada tereliminir dari babak 16 besar Liga 3 mengusik sukacita menyongsong Natal di penghujung tahun ini. Kabar ini mengejutkan dan mengecewakan PSN Ngada Mania pun  masyarakat NTT. Mereka melakukan 'advokasi' melalui berbagai cara. Pertemuan, surat terbuka hingga membuat petisi di Change.Org.

Mengikuti jejak kasus ini, terhembus dugaan beraroma 'mafia'. Tudingan, tuduhan dan vonis kepada Pemain PSN Ngada, Kiken Wea, sama sekali tak berdasar. Pemain ini  tak pernah mengantongi kartu kuning pada laga PSN Ngada versus Gaspa 1958 Palopo. Jejak digital (video pertandingan) membuktikan bahwa tudingan atau tuduhan itu sebagai  hoaks dan tentu sangat merugikan PSN Ngada dan masyarakat NTT.

Potret atau wajah sepakbola Indonesia belum bersih benar dari noktah hitam permainan mafia sepakbola. Trik, intrik dan kelicikan  dipertontonkan oknum-oknum dalam tubuh PSSI kepada publik di dalam dan luar lupangan secara kasat mata. 

Mereka lupa atau tidak sadar saat ini mereka hidup di era digital. Segala perkataan dan tindakan  dapat ditelanjangkan termasuk rekaman setiap laga. Tetapi oknum-oknum tersebut mencoba untuk berjudi dan beranggapan seolah-olah PSN Ngada dan pendukungnya gagap teknologi dan tak mengikuti setiap derap langkah laskar kebanggaannya.

Menyayangkan sekali dengan peristiwa ini. Mungkin PSN Ngada 'miskin' sehingga tidak memiliki bargaining position dan mungkin tidak terhasut oleh permainan para mafioso sepakbola. 

PSN Ngada memang miskin materil. Untuk bisa berlaga Liga 3, mereka harus berjuang minta sumbangan sana-sini. 'Kemiskinan' itu tak membuat mereka miskin pula secara moral. Bagi PSN Ngada, setiap prestasi diperoleh harus melalui  kristalisasi keringat (meminjam istilah Tukul Arwana). Harga diri lebih tinggi daripada sekedar kemenangan yang diperoleh dengan cara-cara haram.  

Setiap hasil harus melewati sebuah proses. Proses itu yang yang mesti dijunjung setinggi langit pertiwi ini. Sportivitas, transparansi dan integritas harus menjadi nilai-nilai yang hidup dan dianut di dalam dan luar lapangan. Baik oleh pemain, pelatih, suporter maupun penyelenggara itu sendiri. Nah, nilai-nilai itu justeru jauh dari praktek hidup penyelenggara Liga 3.

Dengan segala keterbatasannya, PSN Ngada menuntut keadilan atas hak mereka. Mereka telah melewati proses yang benar. Sekalipun mereka tim dari 'kampung' tak berarti mereka 'kampungan' - tidak memahami seluk beluk persepakbolaan. Tak berarti pula mereka gampang dibodohin dengan argumentasi sesat penyelenggara yang bertamengkan pasal-pasal pelanggaran dan sanksi.

PSN Ngada adalah legenda sepakbola-nya NTT. Merajai berbagai kompetisi di NTT dan bahkan putra Ngada, Yance Ruma, turut berkontribusi pada sepakbola nasional di era 80-90an. Sebagai jawara sepakbola NTT, PSN Ngada memiliki ciri dan karakter sepakbola yang kuat.  

Penulis menyebut PSN Ngada adalah Braziliero sepakbola NTT karena animo masyarakat terhadap olahraga ini sangat tinggi. Sementara irama permainan ja'i ala 'tango' Argentina. Lincah, keras dan agresif.  

Tarian PSN Ngada memiliki ciri dan karakter kuat. Membedakan dirinya dengan tim sepak bola di NTT. Maka tak heran bicara sepak bola sama artinya bicara PSN dan masyarakat Ngada. Eltari Cup tanpa Ngada terasa hambar. Eltari Cup tanpa punggawa-punggawa asal Ngada tersebar di beberapa klub kontestan, sepak bola tak terasa 'werna-werni' dan tanpa atmosifir eforia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun