(Karya Naskah Dalam Rangka Apresiasi GTK 2025)
Klik jilid sebelumnya :
SMA Negeri 3 Purwokerto dikenal sebagai sekolah yang berprestasi dengan budaya akademik yang kuat dan dukungan guru-guru yang berdedikasi. Namun, sebagaimana sekolah lainnya, dinamika zaman menuntut adanya pembaruan dalam cara mengajar dan belajar. Dunia digital yang semakin cepat membuat sekolah harus berpikir lebih kreatif untuk menjaga relevansi pembelajarannya.
Babeh Opiq melihat fenomena menarik di sekolah: banyak siswa yang sangat akrab dengan gadget dan media sosial, namun sebagian besar masih berperan sebagai pengguna pasif. Melihat peluang ini, ia ingin mengubah kebiasaan konsumtif tersebut menjadi kegiatan produktif dan edukatif---yaitu dengan melibatkan siswa secara langsung dalam dunia e-commerce edukatif.
Dari pengamatan sehari-hari, potensi siswa SMA Negeri 3 Purwokerto sebenarnya sangat besar. Ada yang pandai membuat kerajinan tangan, ada yang jago membuat makanan ringan, dan ada pula yang terampil mendesain atau membuat karya seni digital. Namun, karya-karya tersebut sering kali berhenti hanya pada pameran sekolah atau tugas kelas, tanpa keberlanjutan. Padahal, jika diberi wadah dan sistem yang baik, karya tersebut bisa bernilai ekonomi dan menjadi pembelajaran bermakna bagi siswa.
Maka, Smagalapak hadir sebagai solusi kreatif dan edukatif. Dengan dukungan kepala sekolah, para guru, dan semangat siswa, platform ini dirancang bukan sekadar sebagai tempat transaksi jual beli, melainkan sebagai laboratorium digital kewirausahaan di mana siswa belajar langsung mengelola toko online, melakukan promosi, dan melayani pelanggan.
Membangun sesuatu yang baru tentu tidak lepas dari tantangan. Sejak tahap awal perencanaan hingga implementasi, Babeh Opiq dan tim Smagalapak menghadapi berbagai kendala, antara lain:
- Keraguan Awal
Tidak semua pihak langsung menerima ide ini dengan antusias. Beberapa guru dan siswa sempat ragu, khawatir platform tersebut hanya menjadi tren sesaat dan tidak berjalan lama. Ada juga kekhawatiran bahwa siswa belum cukup siap secara mental maupun teknis untuk mengelola bisnis digital.
- Kendala Teknis Pengembangan Platform
Membangun e-commerce bukanlah hal sederhana. Tim harus memikirkan aspek desain web, keamanan data, tampilan antarmuka, dan sistem transaksi. Keterbatasan sumber daya---baik dari segi dana, infrastruktur, maupun pengalaman teknis---menjadi ujian tersendiri dalam tahap awal pengembangan.
- Sumber Daya Manusia yang Terbatas
Tidak semua guru maupun siswa memiliki pengalaman di bidang teknologi informasi atau bisnis digital. Sebagian besar harus belajar dari nol: mulai dari cara membuat website, menulis deskripsi produk yang menarik, hingga memahami strategi pemasaran digital.
- Kolaborasi Internal dan Eksternal
Keberhasilan Smagalapak sangat bergantung pada kerja sama semua pihak. Namun, membangun kolaborasi antara siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar bukan hal mudah. Dibutuhkan komunikasi intensif dan kesadaran kolektif agar semua merasa memiliki dan terlibat aktif.
- Keberlanjutan Program
Banyak inovasi sekolah yang bagus di awal namun berhenti di tengah jalan karena tidak ada pendampingan lanjutan. Tantangan terbesar bagi Smagalapak adalah menjaga semangat dan keberlanjutan program ini agar tetap hidup dan berkembang seiring waktu.
.... masih bersambung dijilid berikutnya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI