Mohon tunggu...
Baban Sarbana
Baban Sarbana Mohon Tunggu... Freelancer - Social Entrepreneur

Penulis Buku "Tapak Tilas Jejak Obama", Serial Cerita Bernilai, dan Penggagas www.YatimOnline.com. www.kampungzimba.com. Personal Website: www.babansarbana.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tidak ada Patung Obama di Sekolahnya di Hawaii

12 Oktober 2010   00:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:30 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika saya menemui Eric Konosuki di Punahou, home room teachernya, yang setiap hari ditemui Obama sebelum memulai kelas. Biasanya, selama 15 menit Eric Konosuki akan saling berbagi dengan Obama dan teman sekelasnya. Home Room tempat Obama berbagi letaknya agak di bagian luar; gedung yang tertata apik; dan tentu saja sangat menyenangkan sebagai tempat berbagi antara siswa dengan wali kelasnya; melatih siswa untuk selalu terbuka dan siap berbagi.

Eric Konosuki mengatakan tentang Obama

"Saya tahu Obama akan sukses, tapi saya tak pernah berpikir dia akan menjadi presiden. Obama anak yang cerdas, articulate, dia memiliki people skill; dia sangat sopan, menghormati orang-orang di sekitarnya. Bagi Eric, dia orang yang sama, hanya bertambah pendidikan,

Sangat tulus, menyapa saya setiap pagi, dengan senyum lebarnya; bukan hanya karena dia siswa dan saya gurunya. Setiap pagi, Obama menyapa saya “good morning”.. bukan hal yang besar, tapi bagi saya, itu menunjukkan karakter.

Obama selalu mendengarkan setiap orang yang berbicaranya. Saya yakin, yang membuatnya sukses bukan hanya keahliannya berbicara, tapi lebih utama adalah keahliannya mendengarkan.

Obama anak yang agak tertutup, mungkin warisan dari karakter ibunya, Ann Dunham. Beberapa hal yang sangat pribadi, tak pernah berbagi dengan saya. Tapi saya lihat dia adalah orang yang punya pemikiran yang positif.

Di Punahou, tidak ada mayoritas, jadi Obama pun tak merasa dirinya sebagai minoritas.

Dia melakukan banyak hal dengan baik; utamanya dengan bahasa Inggris yang jadi favoritnya. Barry memang bukan siswa paling cerdas, tapi dia mendapat nilai baik hampir di semua pelajaran.

Obama tak berubah di mata saya. Ketika dia berbicara di Konvensi 2004, saya yakin, itulah Barry yang kami kenal, dengan cara jalannya, bahasa tubuhnya, mannerism dan juga kualitasnya.

Kami sangat bangga dengan Barry, dan tentu saja apa yang dilakukannya adalah untuk komunitas dan kini untuk negaranya. Kami juga bangga dengan semua murid yang jadi alumni disini, baik politisi, petugas pemadam kebakaran, atau apapun yang mereka raih saat ini. Yang jelas, selama berkontribusi kepada komunitas, saya sangat menghargainya.

Di sekolah kami, ada waktu bebas bagi siswa, dan Barry memilih untuk bermain basket. Sportivitas yang terbentuk dari hobinya berolahraga, bisa mempengaruhi karakter kepemimpinannya.

Multikulturalisme jadi hal yang mempengaruhi karakter Obama, yang dilahirkan dan dibesarkan di Hawaii; dan di Punahou School memang menghargai keragaman. Kami tinggal di pulau yang dikelilingi air, seperti berada di kapal yang sama, tentu saja kami harus berbaur, bersama untuk bisa survive.

Barry adalah orang yang bisa berbaur dengan teman-teman yang lainnya. Dia berhubungan tak hanya dengan teman-temannya, tapi juga dengan pihak sekolah.

Yang mengesankan saya adalah bahwa Barry memiliki people skill, mendengarkan, melihat lawan bicara. Di kelas, Barry adalah orang yang duduk mendengarkan dengan seksama.

Karakter kepemimpinan Obama adalah kemampuannya mendengarkan; dan ketika Obama bicara, semua orang mendengarkan. Barry orang yang menaruh respek kepada semua orang; dan tentu saja mendapat respek dari setiap orang sebagai balasannya.

Sepengetahuan saya, tak pernah melihat kelakuan buruk Barry; karena biasanya saya berurusan dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam nilai; dan Barry bukan salah satunya.

yang merupakan sekolahnya Obama di Hawaii; selain bertanya soal bagaimana Obama studi sejak kelas 5 disana; tentu saja saya juga perhatikan sekeliling." Itulah kesan dari gurunya Obama. Kesan yang baik dan membekas. Sambil berjalan-jalan, saya melihat-lihat sekitar. Siswa-siswanya sudah menggunakan laptop semua; pake MacBook kayanya. Areanya banyak yang wi-fi. Saya jadi teringat dengan sekolahnya di Menteng, Jakarta, yang bikin heboh, ketika ada pihak yang membuatkan patung kecil yang sebelumnya akan ditempatkan di ruang publik, Taman Menteng. Saya bertanya ke Mr. Eric, adakah tanda-tanda Obama disini? tugu? patung? prasasti? Dijawab: TIDAK ADA.. Sama juga halnya dengan SD-nya Obama, di Neolani Elementary School. Di sekolah itu pun tak ada jejak-jejak Obama yang diabadikan dalam bentuk pengabadian seperti di Indonesia... Karena, pihak sekolah menganggap semua siswa bisa sukses sesuai dengan apa pun yang diinginkannya. Sekolah Punahou mengajarkan keragaman; tak hanya soal etnis, tapi juga keyakinan dan mimpi. Beda dengan Indonesia... Cheers Twitter: @babansarbana, @usembassyjkt Facebook: baban sarbana, US Embassy Jakarta


Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun