Mohon tunggu...
Mahdiya Az Zahra
Mahdiya Az Zahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - lifetime learner

Mompreneur yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bom Bunuh Diri dan Negosiasi Kebenaran

19 Juni 2021   23:46 Diperbarui: 22 Juni 2021   19:43 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus bom yang sering terjadi membuat kita semua sedih, kecewa, marah, dan menyisakan trauma bagi korban. Sudah kita ketahui bersama bahwa kasus ini merupakan buah dari ajaran radikal yang dilakukan berbagai golongan melalui perekrutan dalam kajian-kajian yang tersebar di masyarakat. 

Mereka kerap sekali membicarakan jihad, benar bahwa jihad itu penting. Tapi jihad dengan cara bunuh diri membawa bom itu salah besar dan tidak pernah diajarkan Rasul saw. Bahkan Nabi saw bersabda setelah perang "Kalian telah pulang dari suatujihadkecil menuju jihad besar?" dan ketika sahabat bertanya tentang jihad besar, Nabi saw menjawab "Jihaddun Nafs." Jihad melawan hawa nafsu. 

Hadits tersebut menunjukkan bahwa jihad terbesar justru melawan hawa nafsu, agar ketika membunuh musuh pun bukan karena nafsu tapi atas dasar melaksanakan perintahNya. Pelaku bom itu mencari jalan pintas untuk masuk surga yang merupakan hawa nafsu. 

Melakukan bunuh diri sambil menyakiti orang lain juga merupakan nafsu, mereka juga mengikuti nafsu untuk masuk surga dengan cara yang salah. Maka sebenarnya mereka justru mengikuti hawa nafsu mereka sendiri yang jelas bertentangan dengan jihad. 

Jihad itu artinya bersungguh-sungguh. Ada banyak hal mulia yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh termasuk dalam jihad. Menuntut ilmu, bekerja untuk menafkahi keluarga, melahirkan dan mendidik anak adalah bentuk dari jihad. 

Sejak awal akal kita sudah bisa membedakan benar dan salah. Kita sering mendengar pepatah "Dengarkan hati nurani. Ia akan menunjukkan kebenaran." Kadang saya bertanya apakah benar hati nurani akan menunjukkan kebenaran pada kita, kalau memang iya, yang mana? 

Misalnya kelompok radikal itu membuat pilihan mau membunuh non muslim atau membiarkan non muslim memimpin? Hati nurani tidak menunjukkan mana yang lebih tepat dari kedua pilihan itu, tapi hati nurani akan menunjukkan bahwa kedua pilihan itu salah. Kebenarannya adalah bahwa kedua pilihan itu salah. 

Kendati sudah mengetahui hal itu, seringkali kita memang berusaha menegoisasi kebenaran. Kita punya banyak alasan kuat untuk bernegoisasi. Kita akan membuat alasan untuk melakukan pembenaran diri.

Semakin sering kita melakukan negoisasi semakin kuat juga alasan kita. Kita semakin pintar dan lihai dalam membuat pembenaran hanya demi membuat hati kita tenang. Negoisasi kebenaran sebenarnya dilakukan oleh semua orang. 

Sebagaimana koruptor yang melakukan kejahatan, mereka mengawalinya dengan menegosiasi kebenaran. Saya yakin pada awalnya mereka gelisah, lalu mereka mencari alasan agar membuat mereka tenang. 

Misalnya menafkahi keluarga, tuntutan kebutuhan keluarga yang bejibun, pikiran tentang "toh cuma sedikit", saya cuma membantu atasan dan rekan saya, ini yang terakhir kalinya, atau terjepit karena dipaksa atasan dan berbagai alasan lainnya. Hingga akhirnya mereka sudah kebal dan tak gelisah lagi dengan pencurian uang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun