Mohon tunggu...
Mahdiya Az Zahra
Mahdiya Az Zahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - lifetime learner

Mompreneur yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hanya Atta yang Boleh Punya Banyak Anak

18 Juni 2021   18:33 Diperbarui: 19 Juni 2021   23:43 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atta juga bisa menemani Aurel dan bayinya sambil bikin vlog. Dan ini mungkin juga yang dialami ibu Atta, atau setidaknya Atta tak pernah melihat ibunya kelelahan dan tertekan karena melahirkan dan mengasuh bayi. Atta lahir dan tumbuh dalam keluarga yang berkecukupan.

Dengan kondisi tersebut, wajar jika Atta ingin memiliki 15 anak karena ia siap dengan segala konsekuensinya. Ia siap menyediakan fasilitas untuk Aurel dalam menghadapi berbagai masalah nantinya. Uang memang tak bisa membeli kebahagiaan, tapi uang bisa membeli fasilitas. Dan fasilitas seringkali berbanding lurus dengan ketenangan. 

Berbekal dari pengalaman dalam keluarganya, wajar jika Atta tidak berpikir bahwa mendidik adalah hal yang sulit. Faktanya orang tuanya berhasil mendidiknya berserta adik-adiknya menjadi orang yang bertanggung jawab. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan pembagian tanggung jawab dalam rumah, dan kini masing-masing mencari uang sendiri. 

Berbeda dengan kondisi yang ada pada masyarakat dengan ekonomi kurang. Saya sendiri yang cuma 4 bersaudara, ayah PNS, merasakan hidup yang begitu kekurangan. Saya hampir tak pernah memiliki keinginan. Untuk kuliah pun saya dan kakak saya harus mencari beasiswa. Bagi saya yang tumbuh dalam kondisi seperti ini saya malah jadi kapok, saya tak ingin punya banyak anak. 

Ada kelompok yang mulai teredukasi terkait parenting, kesehatan mental, dan gender. Mereka adalah kelompok yang cukup mampu untuk ikut seminar parenting, bertemu psikolog, ikut kelas kesehatan mental danpemikirannya terbuka. Biasanya mereka orang-orang yang kondisi ekonominya cukup dan teredukasi dengan baik terkait pentingnya kesehatan mental bagi setiap orang.

Namun ada kelompok yang belum sadar akan kesehatan mental.  Mereka yang ekonominya kurang tak sempat membaca informasi terkait perkembangan kondisi masyarakat. Biasanya mereka juga tipe yang tak peduli jika diberi nasehat terkait kesehatan mental.  

Tak sedikit keluarga dengan kondisi kurang adalah keluarga banyak anak. Mereka tak mengenal KB, memilih KB suntik atau pil yang kalau lupa bisa dengan mudah hamil lagi. Mereka juga percaya kalimat banyak anak banyak rezeki. 

Padahal maksud dari pernyataan tersebut adalah pintu rezeki akan terbuka, artinya kita lah yang harus membuka. Kita harus mencari rezeki dari berbagai macam sektor, yang tadinya satu kita harus tambah seiring bertambahnya anak. 

Biasanya juga keluarga ini masih menganut sistem patriarki sehingga perempuan lah yang harus mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga. Tak jarang juga mereka menjadi tulang punggung. Sudah kerjaan rumah, ngurus 10 anak, menyusui, mengasuh, hingga bekerja. 

Mereka tak punya waktu dan uang untuk mengikuti kelas gender atau parenting, apalagi kesehatan mental dan bertemu psikolog. Me time yang gratis saja mereka tak berharap bahkan tak tahu jika harus ada me time. 

Badannya sudah rapuh duluan, akibatnya hiburannya paling nonton tv alih-alih membaca informasi terkait parenting. Saya sendiri pernah berbincang dengan tetangga tentang parenting. Dia adalah ibu yang tak pernah mengenyam pendidikan dan belum terbuka pemikirannya. Ia tak percaya dengan parenting, kesehatan mental, juga psikolog. Alhasil saya malah dimusuhi olehnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun