Mohon tunggu...
Aizza Fardah Raharwya
Aizza Fardah Raharwya Mohon Tunggu... Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga | 24107030090

🌟 Selamat datang di akun saya! 🌟 cewek yang suka nulis-nulis random disini

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nongkrong di Kafe: Lebih dari Sekadar Menyeruput Kopi

7 Juni 2025   00:22 Diperbarui: 7 Juni 2025   00:22 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Segelas Kopi di Salah Satu Kafe di Jogja (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ada yang bilang kalau kafe tuh tempat pelarian diri dari riuhnya dunia. Di sanalah kita dapat duduk tenang, menyesap kopi perlahan, sambil membiarkan waktu berjalan tanpa tekanan. Tapi sebenarnya, nongkrong di kafe itu lebih dari sekadar menyeruput secangkir latte atau menikmati potongan kue yang estetik. Ada cerita, interaksi, bahkan perenungan yang terselip di balik meja kayu dan alunan musik yang mendukung suasana di kafe.

Saya termasuk orang yang jarak menghabiskan waktu di kafe. Bukan karena tidak suka, tapi karena memang keseharian saya lebih banyak dihabiskan di rumah atau kampus. Namun, setiap kali ada kesempatan untuk duduk di kafe---baik sendirian maupun bersama teman---rasanya seperti mendapatkan udara segar. Kafe menyajikan suasana yang unik---perpanduan antara kenyamanan, produktivitas, dan interaksi sosial. Setiap kali melangkah masuk ke sebuah kafe, rasanya seperti membuka bab baru dalam buku harian hidup. Ada wajah-wajah asing yang akrab, aroma kopi yang hangat, dan denting sendok yang seakan mengisi kekosongan hati.

Ritual Nongkrong yang Tidak Biasa

Kalau saya dan teman-teman bingung mau ke mana, ujung-ujungnya pasti memilih opsi terakhir, yup ke kafe. Entah awalnya cuma iseng mencari tempat buat ngobrol, ngerjain tugas bareng, atau hanya sekadar numpang Wi-Fi---kafe selalu menjadi pilihan yang paling aman dan nyaman. Rasanya kafe tuh seperti tempat serba bisa: bisa untuk bersantai, bisa juga untuk berproduktif.

Ada satu kafe langganan kami di dekat kampus, letaknya tidak sulit untuk ditemukan. Suasananya ramai tapi tenang, harganya yang lumayan terjangkau, dan baristanya yang selalu kami temui ketika pergi ke kafe tersebut. Tempatnya pun sering dijadikan 'markas' dadakan kalau butuh diskusi kelompok ketika ingin suasana diluar kampus, curhat tanpa batas, atau bahkan nonton video lucu yang nggak penting-penting amat. Tapi justru dari momen-momen kayak gitu, hubungan kami terasa lebih dekat.

Pertemuan, Percakapan, dan Inspirasi

Yang menarik dari nongkrong di kafe adalah kemungkinan pertemuan yang tidak terduga. Kadang, saya dan teman-teman bertemu dengan anak program studi lain. Kadang juga, saya hanya jadi pengamat diam, memperhatikan sepasang kekasih yang sedang bercengkrama, atau anak-anak sekolah yang berkumpul selepas sekolah.

Meski semua itu tampak remeh, justru memberi inspirasi. Dari obrolan-obrolan ringan itu saya sering mendapat ide untuk menulis. Ada tulisan saya yang saya unggah di Kompasiana ini yang saya ketik langsung di kafe. Ataupun memberikan saya motivasi untuk berproduktif. Tempat ini seperti ruang antara: tidak benar-benar sunyi, tapi tidak juga ramai. Suasana yang pas untuk merenung, berpikir, dan merangkai kata.

Nongkrong dan Budaya Urban

Fenomena nongkrong di kade pun dapat dilihat sebagai bagian dari budaya urban. Kota-kota besar kini dibanjiri oleh kafe dengan berbagai konsep---dari yang berkonsep Jepang, industrial yang tentu nya instagramable dengan banyak spot foto. Nongkrong menjadi gaya hidup yang tidak lagi terbatas pada kalangan tertentu. Bahkan, sudah menjadi bagian dari dinamika sosial masyarakat kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun