Mohon tunggu...
Muhammad Azrul Amirullah
Muhammad Azrul Amirullah Mohon Tunggu... Universitas Darussalam Gontor

Nama saya Muhammad Azrul Amirullah saya berasal dari Bengkulu, saya seorang mahasiswa di Universitas Darussalam Gontor Ponorogo, saya memiliki hobi membaca menulis, dan berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Metode Takhrijul Furu' Alal Ushul : Pilar Dinasmis dalam Istinbath Hukum Islam

27 Juni 2025   17:01 Diperbarui: 27 Juni 2025   17:01 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum Syari'at ialah produk hukum yang dihasilkan dari Al-Qur'an dan Sunnah melalui perantara Ijtihad para ulama dengan menggungakan kaedah-kaedah Istinbat hukum yang telah ditetapkan. Metode Istinbat hukum sendiri pada masanya belum dikodifikasi secara formal. Ia hadir ditengah-tengah kehidupan Rasulullah Shallahu alaihi wassalam dan para Sahabat. Ketika Sang Rasul telah Kembali ke hadapan Rabb-Nya metode Istinbat Ahkam diambil oleh oleh para Sahabat yang faqih. Mereka pun menganalisis nas-nas syari'at serta penjelasan Rasulullah Shallahu alaihi wassalam kemudian barulah mereka menetapkan hukum. Hal ini pun diteruskan kepada para Tabi'in dan Tabiut Tabi'in digenerasi setelahnya dalam meng-istinbat hukum yang kemudian dikenal dengan para Mujtahid. Para imam Mujtahid inilah yang kemudian akan mempunyai kaedah-kaedah istinbat hukum dalam Sejarah Hukum Islam.[2]

 

Diantaranya ialah Imam Syafi'i, dialah yang pertama kali menulis sebuah karya khusus dalam metode istinbat hukum atau biasa disebut juga sebagai Ushul Fiqh. Beliaulah yang pertama kali mengarang sebuah kitab yang membahas tata cara istinbat hukum dalam kitabnya yang berjudul Ar-Risalah. Selain Imam Syafi'I para ulama Mujtahid lain sebenarnya juga sudah mempunyai sistematika istinbat hukum yang sudah matang walau mereka tidak membuat kitab khusus tentang hal tersebut disebabkan concern yang berbeda-beda yang dimiliki tiap imam. Imam Malik yang sudah punya concern terhadap bidang hadist dan Imam Abu Hanifah yang disibukkan dengan problematika didaerah asalnya serta Imam Ahmad juga, membuat mereka tidak mempunyai waktu untuk menulis sebuah kitab yang membahas tentang istinbatul ahkam walaupun nanti para Ashabul Madzhab mengisi spot kekosongan mereka. 

 

PEMBAHASAN

Dalam ranah Istinbatul Ahkam sendiri tidak semua orang berhak untuk melakukan penarikan hukum, hanya mereka yang telah mencapai derajat Ijtihad-lah yang berhak untuk melakukan Istinbatul Ahkam. Mereka yang telah mencapai derajat Ijtihad disebut Mujtahid. Diantara para Mujtahid ialah para Imam 4 Madzhab yang dimana madzhab mereka telah bertahan selama berabad-abad walaupun ada beberapa ulama lain yang telah mencapai derajat Mujtahid seperti Al-Laits dan Az-Zuhri tetapi madzhab mereka tidak eksis hari ini. Seorang yang telah mencapai derajat Mujtahid tidak serta merta bisa membuat madzhab sendiri walaupun mereka telah memenuhi aspek-aspek agar bisa disebut Mujtahid. Hal ini dikarenakan Mujtahid yang dapat membuat madzhab sendiri ialah seorang Mujtahid yang dapat menyusun kaedah-kaedah istinbatul ahkam sendiri tanpa bantuan orang lain. Mujtahid ini disebut Mujtahid Mutlak Mustaqil atau juga Mujtahid Mutlak.[3] 

 

Bagi Mujtahid yang tidak dapat menciptakan sistematika istinbatul ahkam sendiri disebut Mujtahid Muqayyad, diantara para ulama yang dalam tingkatan ini ialah Imam Muzani dan Imam Buwaithi dari madzhab Syafi'i[4] kemudian ada Imam Abu Yusuf Asy-Syaibani dari madzhab Hanafi. Mereka lah yang mengeluarkan hukum syar'i dengan menggunakan kaedah-kaedah yang telah ditetapkan oleh para Imam madzhab mereka. Perbuatan mereka ini disebut Takhrijul furu' alal Ushul yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru yang tidak terdapat pada zaman Imam madzhab dengan kaedah-kaedah yang telah ditetapkan Imam madzhab mereka. Takhrijul furu' alal Ushul merupakan metode istinbath hukum dengan menggunakan Qawaidul Ushuliyah atau kaedah-kaedah Ushul yang telah dirumuskan oleh seorang Imam yang mujtahid terhadap permasalahan furu' fiqhiyah yang tidak muncul pada zaman Imam Madzhab. Sebagaimana yang dikemukakan Syaikh Abdullah Bayyah mengenai definisi ilmu tersebut, beliau menjelaskan bahwa:

 

"Meletakkan hukum Syara' pada suatu permasalahan yang baru berdasarkan hukum yang telah ditetapkan oleh seorang Imam Mujtahid disebabkan adanya persamaan illatnya".[5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun