Mohon tunggu...
Azkiya Musfirah A
Azkiya Musfirah A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Life To Learn

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dini, Sesuatu yang Dihakimi Negatif dan Penuh Kekurangan

3 Februari 2024   21:40 Diperbarui: 4 Februari 2024   11:38 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.habaaceh.id/news/

Maraknya pergaulan bebas kian hari semakin mengkhawatirkan sebab dampak yang dihasilkan oleh hal ini sangat fatal dan berbahaya. Kita semua pasti sudah sering mendengar istilah 'pernikahan dini' yang masih sering ditanggapi acuh tak acuh oleh masyarakat. Padahal pernikahan dini dapat menjadi 'pembunuh' nomor satu rumah tangga seseorang khususnya bagi individu wanita.

Komnas Perempuan mencatat sepanjang tahun 2021, ada 59.709 kasus pernikahan dini yang diberikan dispensasi oleh pengadilan. Walaupun ada sedikit penurunan dibanding tahun 2020, yakni 64.211 kasus, angka ini masih sangat tinggi dibandingkan tahun 2019 yang berjumlah 23.126 kasus pernikahan anak. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sonny Dewi Judiasih, M.H. menjelaskan berdasarkan data UNICEF, Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan jumlah pernikahan dini terbanyak. UNICEF mencatat bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-8 tertinggi dengan angka absolut "pengantin anak" sebesar 1.459.000 kasus.

Angka-angka ini seharusnya sudah cukup memberikan kita dorongan untuk mengurangi prevalensi dan mulai meningkatkan kepedulian terhadap masa depan anak bangsa. Di negara kita, batas usia minimal menikah diatur dalam undang-undang dengan aturan perundangan Nomor 1 Tahun 1974 yang membahas tentang Perkawinan, negara mengizinkan perkawinan pada pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun. Namun, pada 2019 lalu, DPR melakukan perubahan pada peraturan perundangan tersebut menjadi usia minimum menikah baik itu pria dan wanita adalah 19 tahun. Seseorang yang melanggar batas usia dengan menikah dibawah usia 19 tahun disebut melakukan pernikahan dini.

Bagaimana pernikahan dini ini bisa terjadi?

Ada banyak faktor yang mempengaruhi, seperti kondisi ekonomi yang mendesak serba kekurangan, anak yang telah hamil duluan sebelum menikah dan segera melakukan pernikahan untuk bebas dari langgaran norma sosial-agama, pengaruh gawai yang sudah bisa diakses oleh anak-anak dengan mudah, faktor budaya tempat tinggal, dan kurangnya sex education sejak dini.

Namun, tidak dapat dipungkiri pernikahan dini yang terjadi karena alasan-alasan diatas masih sering disangkal oleh masyarakat dengan dalih mampu menghindari zina atau menghalalkan yang sebelumnya haram antarkedua individu beberapa tahun lebih cepat dari yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Benarkah begitu?

Faktanya, pernikahan dini memiliki lebih banyak dampak negatif dari yang terlihat. Jika ingin ditilik secara rinci, kondisi fisik, mental, bahkan keturunan yang akan dilahirkan dari rahim ibu dibawah umur bisa merasakan dampak negatifnya. Kondisi tubuh terutama rahim perempuan yang masih dibawah umur belum cukup kuat untuk mengandung sehingga menyebabkan kandungan tersebut lemah dan kemungkinan anak lahir cacat, prematur, atau bahkan kematian bayi meningkat. Bahkan risiko keguguran dan terancamnya nyawa sang ibu (mortalitas maternal) bisa masuk dalam opsi kemungkinan saat mengandung di usia muda. Di sisi lain, individu yang menikah ketika mereka belum dewasa mentalnya cenderung masih naik turun, hal ini dapat memicu kekhawatiran seperti stres, depresi, kecemasan, bahkan anger issues yang berakhir pada konflik dan kekerasan dalam rumah tangga. Kejadian tersebut dapat memicu trauma bagi korban yang mungkin berdampak pada masa depannya.

Dampak negatif tersebut tidak dikategorikan pada dampak jangka pendek, melainkan dampak jangka panjang karena kelahiran bayi mempertaruhkan keturunan bangsa yang akan melanjutkan perjuangan kita memajukan negara Indonesia. Kelahiran bayi cacat/prematur, ditambah apabila ekonomi keluarga yang belum mumpuni bisa memicu malnutrisi, stunting, gangguan perkembangan anak, pencapaian akademis rendah, yang mungkin berdampak pada semangat menjalani hidup anak. Tekanan sosial yang ada juga tidak sedikit memberikan tamparan nyata untuk individu yang terlambat menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar dalam pengasuhan anak pun tidak bisa lari dari kewajiban sebagai masyarakat Indonesia.

Jadi, Jika dipertanyakan kembali apakah pernikahan dini itu sebegitu buruknya?

Keputusan ada di tangan masing-masing pihak yang terlibat. Namun pemerintah membuat aturan usia minimal menikah karena telah mempertimbangkan sebab-akibat masalah ini. Mana keputusan yang diambil akan memberikan jawaban apakah pernikahan dini itu baik atau buruk bagi masing-masing individu yang mempertanyakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun